KOMPAS.com — Langkah Pemerintah Prancis yang melarang atlet muslimah mereka mengenakan hijab saat bertanding di Olimpiade Paris 2024 memunculkan kontroversi, bahkan kecaman dari berbagai pihak.
Menurut anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta Fahira Idris, hal tersebut sama sekali tidak dapat dibenarkan, walaupun larangan mengenakan hijab saat bertanding hanya berlaku untuk atlet Prancis.
“Kebijakan otoritas olahraga Prancis untuk atlet muslimahnya sangat mencederai semangat Olimpiade. Bukan hanya diskriminatif, pelarangan itu juga melanggar hak asasi manusia,” katanya dalam rilis yang diterima Kompas.com, Sabtu (27/7/2024).
Fahira mengatakan, negara-negara peserta olimpiade seharusnya mendesak Komite Olimpiade Internasional (IOC) untuk mencabut larangan berhijab bagi atlet muslim tuan rumah (Prancis) saat berlaga di Olimpiade Paris 2024.
Baca juga: Soal Bersih-bersih Guru Honorer di Jakarta, Fahira Idris Minta Pemprov Tetap Perhatikan Hak Mereka
Desakan itu penting sebagai bentuk rasa solidaritas kepada atlet muslimah Prancis. Apalagi, IOC memperbolehkan atlet yang bertanding di Olimpiade Paris 2024 untuk mengenakan hijab.
“Desakan ini juga bentuk aksi nyata menegakkan semangat Olimpiade. Salah satunya, mempromosikan persatuan di tengah keragaman budaya, ras, dan bangsa,” ujarnya.
Fahira menjelaskan, olimpiade adalah momen masyarakat dunia bersatu untuk merayakan prestasi atlet dari berbagai latar belakang.
“Larangan bagi atlet muslimah Perancis mengenakan hijab saat bertanding telah mencederai semangat tersebut,” ujar Fahira.
Baca juga: Sistem Penjurusan di SMA Dihapus, Fahira Idris Sarankan 5 Strategi agar Efektif
Larangan itu, setidaknya mencederai empat semangat utama olimpiade, yaitu kesetaraan dan inklusi, menghormati keragaman budaya, persatuan di tengah keragaman, dan penghargaan terhadap hak individu.
Fahira melanjutkan, aturan Pemerintah Prancis tersebut pun bertentangan dengan semangat mempromosikan kesetaraan dan inklusi tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, atau latar belakang budaya.
Fahira juga menilai, larangan itu tidak menghormati keragaman serta mengabaikan kebutuhan dan keyakinan agama para atlet muslimah Perancis. Sebab, hijab adalah bagian penting dari identitas atlet Muslimah Prancis.
Tak hanya itu, imbuhnya, larangan pemerintah Prancis tersebut juga tidak menghormati hak individu, terutama hak untuk berpakaian sesuai dengan keyakinan pribadi.
“Pelarangan hijab bagi atlet muslimah Prancis saat bertanding adalah kebijakan eksklusif dan diskriminatif. Larangan itutidak sesuai dengan semangat olimpiade yang menyatukan orang-orang dari berbagai negara dan latar belakang dalam semangat persaudaraan dan kompetisi yang sehat,” ungkap Fahira.