KOMPAS.com – Dosen Departemen Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Airlangga (Unair) Airlangga Pribadi Kusman mengatakan, penolakan sejumlah pihak terhadap penampilan Israel di Piala Dunia U-20 perlu disikapi secara jernih.
Adapun sikap secara jernih yang dimaksud Airlangga adalah dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
“Saya memandang bahwa sikap penolakan tersebut dapat dibenarkan berdasarkan beberapa pertimbangan yang jernih,” jelas Airlangga dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (31/3/2023).
Ia menjelaskan, Indonesia memiliki Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang dimaknai sebagai “kontrak sosial” dan di dalamnya tertera rasionalitas dari tujuan bernegara.
Baca juga: Soal Wacana Penghapusan Jabatan Gubernur, Ketua KPU Singgung UUD 1945
Dalam pembukaan UUD 1945, kata Airlangga, telah jelas ditegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
“Prinsip universal kemanusiaan yang tertera dalam konstitusi 1945 tersebut menjadi pijakan tertinggi kita untuk menolak kedatangan tim nasional (Timnas) Israel. Sebab, secara faktual, Israel masih melakukan berbagai bentuk penindasan terhadap bangsa Palestina,” ujarnya.
Baca juga: Kotak Pandora Politik dan Olahraga
Airlangga mengungkapkan, sikap tersebut telah dicontohkan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia (RI) Ir Soekarno saat menolak kedatangan atlet Israel dalam ajang Asian Games di Jakarta pada 1962.
Tak hanya itu, bapak proklamator itu juga melarang tim sepak bola Indonesia bertanding dengan Israel pada kualifikasi Piala Dunia 1958.
Baca juga: Presiden FIFA Kirim Surat Khusus ke Jokowi Usai Indonesia Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20
“Apabila penegasan historis itu disanggah karena zaman telah berubah dari era tersebut, satu hal yang tetap bahwa nasib warga Palestina secara faktual masih tidak dapat menjadi tuan di tanah airnya sendiri,” jelas Airlangga.
Kenyataan itu, lanjutnya, terus memburuk sejak pengusiran warga Palestina oleh Israel pada peristiwa Nakba 1948.
"Pesan Bung Karno sesuai dengan amanat konstitusi (UUD) 1945 yang masih relevan hingga saat ini," tuturnya.
Airlangga menjelaskan, dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina memiliki makna penting bagi perjuangan negara yang berada di Asia Barat ini.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat “Wind Tunnel” Terjun Payung Terbesar Se-Asia Tenggara Milik Brimob
Menurutnya, menilik dari sejarah, kemerdekaan RI mendapatkan dukungan dari berbagai negara jauh, seperti Mesir, Suriah, Lebanon, Irak, dan Vatikan.
“Sehingga dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina yang jauh letaknya dari Indonesia memiliki makna penting bagi perjuangan rakyat Palestina,” tutur Airlangga.
Menurutnya, argumen tersebut penting untuk mematahkan pandangan bahwa Palestina yang jauh letaknya dari Indonesia tidak perlu dibela kemerdekaannya.
Pada kesempatan tersebut, Airlangga mengajak publik untuk memahami perjalanan sejarah dunia. Utamanya, pada berbagai agenda olahraga internasional yang tidak dilepaskan dari sikap politik.
“Salah satunya dapat kita temukan pada sikap terhadap rezim apartheid rasialis Afrika Selatan,” ujar Airlangga.
Baca juga: Erick Thohir Sebut Jokowi Minta BUMN Perluas Pasar di Afrika
Apartheid adalah kebijakan politik rasial yang diterapkan di Afrika Selatan pada 1948. Dalam sistem ini, terdapat pemisahan hak dan kewajiban antara ras kulit putih dan kulit hitam yang disahkan melalui undang-undang (UU).
Airlangga menjelaskan, dunia internasional saat itu konsisten melakukan boikot terhadap tim nasional (timnas) Afrika Selatan.
Dari sikap-sikap ketidakadilan tersebut pada akhirnya turut berkontribusi terhadap perjuangan penghapusan apartheid di Afrika Selatan.
Menurut Airlangga, sikap yang diambil oleh sejumlah pihak telah memberi pesan penting kepada komunitas internasional.
"Pesan penting itu terkait dengan masih bercokolnya penjajahan terhadap Palestina oleh Israel, maka kekuatan politik utama di Indonesia masih dengan tegas menolaknya," tutur Airlangga.
Baca juga: AHY Minta Sepak Bola Dipisahkan dari Urusan Politik
Adapun sejumlah pihak yang dimaksud, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), kalangan elite, dan organisasi kemasyarakatan (ormas).
“PDI-P telah menempatkan diri sebagai kekuatan politik utama di Indonesia yang memberikan pembelaan terhadap kemerdekaan Palestina secara de jure maupun de facto,” jelas Airlangga.
Sehubungan dengan perbedaan sikap antara Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan PDI-P, Airlangga melihat secara prinsip tidak ada perbedaan di dalamnya.
Sebab, menurutnya, prinsip kedua belah pihak berangkat dari pembelaan yang sama atas kemerdekaan Palestina dan penolakan terhadap imperialisme Israel.
Baca juga: Erick Thohir: FIFA Anggap Penolakan terhadap Israel Bentuk Intervensi
“Ke semuanya memperlihatkan bahwa bangsa Indonesia maupun kekuatan politik di Indonesia masih menjunjung tinggi prinsip antipenjajahan, seperti amanah konstitusi maupun pesan dari Bung Karno,” ucap Airlangga.