KOMPAS.com – Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Bidang Perekonomian Said Abdullah mengatakan, pihaknya teguh berpendirian untuk menjaga keseluruhan norma konstitusional dari seluruh dinamika politik menjelang pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 2024.
Pasalnya, kata dia, partai politik (parpol) punya tanggung jawab politik-konstitusional untuk mengajukan capres dan cawapres sebagaimana yang diatur oleh konstitusi.
“Titik tekannya bukan sekadar pada letter lux aturan, apalagi utak atik aturan. Lebih dari itu, perlunya soal kematangannya dalam kepemimpinan. Sebab ada tanggung jawab, sekaligus risiko yang besar pada pundak pemimpin nasional,” imbuhnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (16/10/2023).
Memaknai peran tersebut, lanjut dia, PDI-P mengajukan Ganjar Pranowo sebagai capres karena mantan gubernur Jawa Tengah (Jateng) itu mengawali dengan sistem merit politik yang benar.
Baca juga: Rumah Cemara Bekas Media Center Jokowi Kini Jadi Pusat Informasi TPN Ganjar Pranowo
Menurut Said, kiprah Ganjar Pranowo teruji dalam kepemimpinan dua periode di Jateng, suatu jabatan politik satu tingkat di bawah Presiden Republik Indonesia (RI).
“Rute itu telah kami buktikan melalui jalan politik dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat ini,” ucapnya.
Said mengungkapkan, kaderisasi partai bagi PDI-P adalah jalan untuk menguatkan rekrutmen jabatan-jabatan politik.
Ia menegaskan bahwa tugas jabatan politik setiap kader PDI-P tidak ditembus melalui jalan instan.
“Semua dijalani dari bawah. Jalan berliku itu juga yang ditempuh oleh Ibu Megawati Soekarnoputri, Mbak Puan Maharani, Mas Ganjar Pranowo, termasuk Presiden Jokowi saat ini,” ujar Said.
Baca juga: Pecahnya Suara Relawan Jokowi dan Soliditasnya yang Dipertanyakan
Ia menjelaskan, berproses dari bawah adalah jalan untuk menggembleng setiap kader dalam mendapatkan pengalaman politik yang panjang.
Menurut Said, pengalaman panjang tersebut menjadi ilmu kehidupan untuk mematangkan setiap kader agar bisa selesai atas dirinya sendiri.
“PDI-P tidak mengenal penugasan instan dan kilat dalam jabatan jabatan politik. Sebab, hal yang dipertaruhkan adalah keselamatan rakyat. Jika tetap memaksakan jalur kilat, PDI-P tidak menyediakan perangkonya,” ucapnya.
Baca juga: Kemenkeu: Gaya Hidup Rafael Alun Trisambodo dan Keluarga Tak Sesuai Asas Kepatutan ASN
Selain konstitusi dan seluruh aturan tertulis di bawahnya, Said mengungkapkan, PDI-P juga taat pada norma etis dan asas kepatutan dalam urusan politik-negara, khususnya menyangkut kepemimpinan nasional.
“Ibaratnya, calon pemimpin nasional adalah manusia setengah dewa. Ada kewenangan yang sangat besar pada kekuasaannya. Pada kekuasaan yang besar itu pula bergelayut harapan dari rakyat,” imbuhnya.
Oleh karena itu, lanjut Said, titik awal keberangkatan calon pemimpin harus bersih dari seluruh beban etis dan asas kepatutan.
Ia mengimbau kepada calon pemimpin agar jangan sampai terlibat dalam utak atik konstitusi demi kursi kekuasaan.
Baca juga: Nyaleg DPRD DKI dari PAN, Cinta Mega Klaim Masih Dapat Banyak Suara
“Ibu Mega mengajari kita arti kekuasaan. Beliau tidak memaksakan anak-anaknya untuk mendapat karpet merah, dan menyingkirkan halangan apapun demi hal itu. Ia (Megawati) menempuh 'jalan sunyi' demi memberi tempat bagi kader-kader bangsa yang memang sepatutnya menjadi calon pemimpin nasional yang hebat,” jelas Said.
Ia mengatakan bahwa pihaknya merasa sangat terhormat karena ada banyak kader telah berproses dan tumbuh besar di PDI-P menjadi perhatian banyak pihak.
Bagi PDI-P, kata Said, makna kebesaran adalah tumbuh bersama, menjalankan jiwa gotong royong, bahu membahu membesarkan partai dan bukan membesarkan diri sendiri.
Sebab, membesarkan diri sendiri adalah watak individualis yang berlawanan dengan ideologi dan ajaran partai.
Baca juga: Pemilu Polandia: Partai Oposisi Donald Tusk Ungguli Petahana
“Bila dalam perjalanannya ada satu dua kader yang memilih jalan sendiri karena tergiur kedudukan atau hal lainnya, PDI-P menghormati jalan politik yang ditempuhnya. PDI-P tidak akan menghitung jasa, karena setiap kader sesungguhnya sudah diasah jiwa pengorbanannya sejak mereka menjalani kaderisasi pratama, madya, hingga utama,” tutur Said.
Pada kesempatan tersebut, Said mengungkapkan bahwa bagi PDI-P, kekuasaan harus diperjuangkan bersama rakyat.
“Bagi setiap kader yang mendapatkan penugasan merebut kekuasaan melalui jalan elektoral, kewajiban bagi seluruh kader untuk gotong royong. Bahu membahu agar memenangkan pemilihan. Kerja politik ini terus kami gelorakan secara disiplin,” ucapnya.
Said menjelaskan bahwa semua kader PDI-P saling berjuang, iuran bersama, berbagi waktu, tenaga dan pikiran, bahkan di antara kader ada yang sakit dan meninggal karena kelelahan.
Baca juga: Jelang Putusan MK, PDI-P Ingatkan soal Tidak Ada Jalan Instan bagi Kader Raih Jabatan
Ia menilai, para pejuang partai itulah yang menggerakkan rakyat dalam pemenangan Ganjar Pranowo di Jateng, Jokowi di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta dan pilpres, Basuki Tjahaja Purnama di DKI Jakarta, dan masih banyak tempat lainnya.
“Ibu Mega mengajari kami arti loyalitas pada partai, bangsa dan negara. Pada masa orde baru (orba), kesetiaan kader terhadap partai teruji militansinya menghadapi ancaman dan teror aparatur orba,” kata Said.
Pada masa reformasi, lanjut dia, kesetiaan kader PDI-P teruji pada saat yang bersangkutan memegang kekuasaan.
Baca juga: Singgung soal Kekuasaan, PDI-P: Seringkali Buat Kader Lupa Diri
“Apakah kekuasaan digunakan (kader) untuk membesarkan partai, menjalankan cita cita, ideologi dan garis perjuangan partai? Melayani rakyat? Ataukah digunakan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya?” imbuh Said
Ia mengungkapkan bahwa kekuasaan seringkali membuat beberapa kader lupa diri. Oleh karena itu, Said mengajak setiap kader PDI-P untuk selalu mawas diri agar tidak mabuk kekuasaan.