KOMPAS.com - Dalam ajang debat kedua Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jatim 2024, calon Gubernur Jawa Timur (Jatim) nomor urut 3, Tri Rismaharini menambahkan perspektif lebih mendalam untuk mendukung perubahan dengan menegaskan bahwa penderitaan rakyat adalah penderitaan semua orang.
“Keberhasilan seorang pemimpin bukan hanya diukur dari trofi atau piagam yang diperoleh, tetapi dari seberapa besar dampak positif yang dirasakan rakyat,” ujarnya.
Di tempat terpisah, tokoh kharismatik dan Wakil Ketua Pemenangan Risma-Hans di Jatim Imron Fauzi mengatakan, pemimpin tidak seharusnya berfokus pada piala atau penghargaan sebagai target utama.
Ia mengingatkan, penghargaan hanyalah formalitas, sedangkan realita yang dihadapi rakyat adalah hal yang lebih penting.
Baca juga: Risma Berkomitmen Libatkan Birokrasi untuk Bantu Atasi Permasalahan Rakyat Kecil di Jatim
Imron mengatakan, jika penghargaan terus menjadi prioritas tanpa adanya perubahan nyata di lapangan, maka yang terjadi hanyalah ketimpangan yang terus mengakar di masyarakat.
"Penghargaan itu tidak akan mengurangi kemiskinan atau memberantas korupsi. Apa gunanya penghargaan jika rakyat tetap hidup dalam keterbatasan dan keputusasaan?” ujarnya.
Luluk dan KH Imron Fauzi sepakat bahwa Jawa Timur membutuhkan pemimpin yang tidak hanya haus penghargaan, tetapi juga mampu membawa perubahan nyata.
Imron menilai, penghargaan seharusnya datang sebagai dampak dari kebijakan yang nyata dan berfokus pada kesejahteraan masyarakat, bukan sekadar angka atau formalitas yang diperoleh untuk citra belaka.
Untuk itu, Imron mengimbau pemimpin publik tidak menjadi piala atau penghargaan sebagai target.
Baca juga: Soroti Masalah Pelayanan Publik di Jatim, Risma: Harus Dihadirkan di Daerah Terpencil
“Berapa banyak dana hibah, dana Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas), yang dikorupsi dan tidak sampai ke masyarakat?” tegasnya.
Imron mengatakan itu untuk menggambarkan kekhawatiran tentang penyalahgunaan dana publik yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan dinikmati segelintir elite politik.