KOMPAS.com - Kontroversi mengenai legalitas sertifikat tanah di wilayah pesisir laut terus berkembang. Setelah sebelumnya terjadi di Tangerang dan Sidoarjo, kini wilayah laut di Sumenep juga terungkap memiliki sertifikat hak milik ( SHM).
Hal yang menjadi sorotan adalah wilayah laut seluas 21 hektare (ha) telah terdaftar dengan SHM di Dusun Tapakerbau, Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep. SHM ini tercatat atas nama perorangan, yang menimbulkan berbagai pertanyaan terkait prosedur dan legalitas penerbitan sertifikat tersebut.
Sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur, Deni Wicaksono mendesak Badan Pertanahan Nasional ( BPN) dan instansi terkait untuk segera memberikan penjelasan kepada publik mengenai penerbitan SHM tersebut.
Menurutnya, proses penerbitan SHM yang terjadi di wilayah laut tersebut menunjukkan adanya kejanggalan yang harus segera diusut.
Baca juga: Kejanggalan dalam Kematian Pensiunan TNI di Laut Marunda yang Mengarah pada Dugaan Bunuh Diri
“Kami meminta pihak terkait untuk segera mengusut penerbitan SHM tersebut. Hal ini penting untuk memastikan tidak ada pelanggaran prosedural maupun hukum,” ujar Deni, menanggapi permasalahan yang berkembang,” ujar Deni dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (26/1/2025).
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya evaluasi mendalam untuk mencegah terjadinya kasus serupa, terutama di wilayah pesisir yang rentan terhadap perubahan geografis, seperti abrasi.
Oleh karena itu, Deni meminta BPN dan pemerintah daerah untuk memeriksa kembali kelengkapan data dan kondisi terkini wilayah tersebut. Jika lahan itu memang berasal dari hasil abrasi, penerbitan SHM harus dievaluasi ulang.
Baca juga: Pengacara Agung Sedayu Sebut Pagar Laut Tangerang untuk Lindungi Lahan dari Abrasi
Selain itu, Deni yang juga politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini mengimbau agar rencana reklamasi terkait lahan tersebut dihentikan sementara.
Ia menegaskan langkah tersebut penting untuk memastikan dampak sosial dan ekologis dari aktivitas reklamasi dapat dikaji secara menyeluruh.
"Kami tidak ingin masyarakat setempat, terutama nelayan, kehilangan mata pencaharian akibat reklamasi atau keputusan yang tidak didasarkan pada analisis menyeluruh," ucap Deni.
Ia juga menyoroti aspek lingkungan, dengan memperingatkan bahwa reklamasi yang tidak mempertimbangkan faktor ekologi dapat merusak kualitas lingkungan pesisir dan laut, serta memperburuk potensi banjir rob.
Baca juga: Dusun Tanjungsari di Karawang Terisolasi karena Banjir Rob, BPBD Beri Perahu Penyeberangan
Deni berharap agar investigasi yang sedang dilakukan dapat segera memberikan kejelasan hukum dan solusi yang adil bagi semua pihak terkait.