KOMPAS.com – Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Said Abdullah menegaskan, pihaknya siap menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 apa pun hasilnya.
“Sebelum putusan MK dibacakan hari ini, sikap PDI-P siap menerima Putusan MK apapun hasilnya. PDI-P sudah melampaui berbagai sistem pemilu,” ujar Said dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (15/6/2023).
Ia mengungkapkan bahwa PDI-P enggan mempermasalahkan sistem Pemilu 2024. Pasalnya, pada masa orde baru berkuasa selama 32 tahun, partai yang saat itu bernama PDI ini telah menjalani sistem pemilu dengan proporsional tertutup.
Usai orde baru tumbang pada 1998 dan pemilu dilakukan dengan sistem proporsional tertutup pada 1999, partai berlogo kepala banteng ini berhasil memenangkan pemilu.
Baca juga: MK Sarankan KPU Pertimbangkan e-Voting Buat Efisiensi Biaya Pemilu
“Pada saat pemilu 2014 dan 2019, PDI-P mengikuti sistem pemilu dengan sistem proporsional terbuka, alhamdulillah rakyat masih memberikan kepercayaan terhadap PDI-P, dan kami menang pemilu,” jelas Said.
Tak hanya sistem pemilu, ia mengungkapkan, pihaknya juga menjalani perjalanan sejarah mengikuti berbagai sistem perhitungan suara dalam pemilu.
“Sebelum Pemilu 2014, sistem konversi suara menggunakan Kuota Hare, atau yang kita kenal dengan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). Saat pemilu 2014 hingga kini kita menggunakan sistem konversi suara Sainte Lague,” ucapnya.
Said mengungkapkan bahwa PDI-P pernah memenangi pemilu, baik menggunakan Kuota Hare maupun Sainte Lague.
Baca juga: Jelang Pemilu 2024, Risiko Perusakan Hutan Dikhawatirkan Meningkat
Adapun prinsip kemenangan tersebut, kata dia, didapat dari kesiapan dan kepatuhan PDI-P terhadap putusan MK.
“(Terlebih) PDI-P pernah ditempa oleh sejarah untuk mengikuti sistem pemilu dan konversi suara yang bermacam-macam,” imbuh Said.
Pada kesempatan tersebut, Said menjelaskan bahwa sistem pemilu sangat penting bagi PDI-P karena bertujuan untuk menguatkan institusi demokrasi.
Penguatan dilakukan lewat sistem kepartaian sebagai lembaga politik yang berkewajiban menjalankan kaderisasi, pendidikan politik, dan peserta pemilu yang dengan kekuasaan politik sangat menentukan arah perjalanan bangsa dan negara pada masa depan.
Baca juga: Kenang Ridwan Saidi, Muzani: Sosok yang Menguasai Tiap Episode Sejarah Perjalanan Bangsa...
“Oleh sebab itu, jangan sampai sistem pemilu mengerdilkan sistem kepartaian dengan mengokohkan watak individualisme,” ujar Said.
Ia mengungkapkan, sistem proporsional terbuka ibarat kontestasi open menu calon anggota legislatif (caleg) antar dan intern partai.
Said melihat caleg yang mendapat perolehan suara besar dalam satu daerah pemilihan (dapil) merasa dirinya lebih besar dari partainya.
“Padahal dia bisa menjadi caleg dan dipilih oleh rakyat karena partai politik mengajukannya. Karena merasa lebih hebat dari partainya, maka yang bersangkutan tidak merasa harus terikat dengan aturan dan nilai nilai, serta kegiatan yang dijalankan oleh partainya,” imbuhnya.
Fenomena seperti itu, lanjut Said, terjadi hampir di semua partai, terlebih partai yang memiliki identitas atau party identity rendah. Oleh sebab itu, watak individualisme sebagai residu dari sistem proporsional terbuka ke depan harus dibenahi.
Baca juga: MK Sebut Sistem Proporsional Tertutup Belum Terbukti Buat Caleg Perempuan Capai Kuota
“Memang Undang-undang (UU) Pemilu memberikan mekanisme penggantian antar waktu, tetapi penyelesaian dengan mengedepankan jalan seperti ini juga tidak memberikan win-win solution,” ucap Said.
Oleh karenanya, lanjut dia, UU Pemilu perlu menekankan bahwa setiap caleg harus membuktikan diri telah mengikuti berbagai jenjang kaderisasi kepartaian sebagai syarat pencalonan. Langkah ini bisa berguna untuk menanamkan dan mengokohkan sistem kaderisasi partai.
“(Akan tetapi), langkah seperti ini juga akan menekan perekrutan figur-figur dengan cara instan, tanpa melalui proses panjang dalam kepartaian. Akibatnya, ideologi, cita-cita dan garis perjuangan partai yang dia ikuti tidak dipahami dan dijalankan dengan penuh hikmat,” imbuh dia.
Tak hanya itu, lanjut Said, partai akan semakin menyaksikan kultur pragmatisme politik dalam setiap pengambilan keputusan-keputusan publik.