KOMPAS.com – Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Said Abdullah mengatakan, perekonomian nasional menunjukkan kinerja yang kian ekspansif pada semester I-2023.
“Suksesi kepemimpinan nasional yang akan segera berlangsung tidak serta merta membuat pelaku ekonomi wait and see,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (10/7/2023).
Menurut Said, pelaku ekonomi semakin melek terhadap situasi politik nasional.
Pelaku ekonomi, sebut Said, kini telah mengerti bahwa perekonomian harus terus bergerak tanpa khawatir akan dinamika politik yang berimplikasi terhadap ketidakpastian kebijakan.
“Demikian halnya dengan konsumen. Keyakinan konsumen atas makin optimisnya perekonomian nasional bisa kita rujuk dari survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) pada Juni 2023,” jelas Said.
Baca juga: BI Catat Indeks Keyakinan Konsumen Menurun pada Juni 2023
Said menuturkan, berdasarkan survei BI, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) per Mei 2023 mencapai 128,3 atau lebih tinggi dibandingkan pada April 2023 sebesar 126,1.
Pergerakan perekonomian nasional, kata Said, juga terpantau dari tingkat konsumsi listrik pada sektor bisnis dan industri yang meningkat.
“Konsumsi listrik pada sektor bisnis pada Mei 2023 meningkat sebesar 16,4 persen dan sektor industri meningkat sebesar 14,2 persen year-on-year (yoy),” ucapnya.
Selain listrik, ia menjelaskan, konsumsi semen nasional juga melonjak menjadi 25,3 persen yoy.
Indeks Penjualan Riil (IPR) sebagaimana dirilis oleh BI per Mei 2023 juga tumbuh tipis 0,02 persen atau 234,2.
Baca juga: 10 Makanan Termahal di Dunia, Termasuk Kopi Luwak Indonesia
“Pertumbuhan tersebut ditopang oleh ekspansinya sektor makanan, minuman, tembakau dan sandang,” imbuh Said.
Selain itu, lanjut dia, Purchasing Manufacture Index (PMI) Indonesia juga terjaga dengan baik.
Said menyebut, indeks PMI terus naik, dari semula di posisi 50,3 pada Mei 2023 menjadi 52,7 pada Juni 2023. Posisi ini menjelaskan bahwa PMI Indonesia dalam lintasan yang cukup baik.
Ia menilai, kepercayaan konsumen atas membaiknya perekonomian nasional telah mendongkrak kinerja sektor kredit.
“Perbankan menyalurkan kredit pada Mei 2023 sebesar Rp 6.561,2 triliun atau tumbuh 9,4 persen (yoy). Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan pada April 2023 yang tumbuh sama tapi berada di level 8,1 persen yoy," tuturnya.
Baca juga: Kemenhub Buka Suara soal Puluhan Pesawat Asing Layani Penerbangan Domestik di Indonesia
Menurut Said, perekonomian domestik yang membaik dilihat bagaikan gayung bersambut oleh para investor global. Hal ini terlihat dari kepercayaan investor akan kinerja perekonomian nasional yang juga terjaga dengan baik.
“Pergerakan arus modal global ke emerging market meningkat. Capital inflow ke pasar obligasi Indonesia hingga 21 Juni mencapai Rp 80,79 triliun secara year-to-date (ytd), sedangkan di pasar saham terakumulasi sebesar Rp 16,87 triliun ytd," imbuhnya.
Sentimen tersebut, lanjut dia, berimbas pada penguatan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).
Setidaknya, kurs rupiah dari akhir Maret hingga Juni 2023 berada di level Rp 14.000 atau lebih kuat dibanding periode Januari-Maret 2023 yang bertengger di level Rp 15.000.
Menurut Said, penguatan rupiah sebesar 5,17 persen hingga Juni 2023 terhadap dollar AS didorong kecemasan investor atas ancaman gagal bayar utang pemerintahan Joe Biden.
Baca juga: Joe Biden Pakai Alat CPAP untuk Obati Sleep Apnea, Apa Itu?
“Meskipun kini pemerintahan Biden telah menangguhkan hingga 1 Januari 2025 atas plafon utang negara, kita harapkan BI terus melakukan perluasan local currency transaction ke negara negara mitra dagang strategis,” imbuhnya.
Said menegaskan, keyakinan konsumen dan kepercayaan investor atas prospek perekonomian nasional harus dikelola baik oleh pemerintah.
Momentum itu, kata dia, harus terus dijaga agar daya ekspansi perekonomian nasional memberikan dampak ke berbagai sektor, seperti pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas, penguatan industri nasional, penyerapan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan.
Dengan kinerja yang kian ekspansif, Said berharap, pertumbuhan perekonomian pada semester 2-2023 jauh lebih baik dari kuartal I-2023 sebesar 5,03 persen yoy.
“Pencapaian ini masih lebih baik dari sejumlah negara maju dan kawasan. Pada kuartal I-2023 pertumbuhan ekonomi Tiongkok 4,5 persen, Jepang hanya 1,3 persen, AS 1,6 persen, India 4,1 persen, dan Uni Eropa hanya 1,3 persen,” katanya.
Baca juga: UU Kecerdasan Buatan Uni Eropa: Masa Depan AI dan Protes Industri
Meski demikian, Said menjelaskan, berbagai harga komoditas ekspor unggulan Indonesia seperti minyak sawit, nikel, batu bara, dan minyak bumi, cenderung menurun. Dampak penurunan ini terasa pada kinerja ekspor Indonesia.
Dampak penurunan tersebut, kata dia, memang terasa pada kinerja ekspor Indonesia.
“Secara kumulatif antara Januari hingga Mei 2023, nilai ekspor Indonesia mencapai 108,05 miliar dollar AS atau lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada 2022 yang mencapai 114,97 miliar dollar AS, kendati kita masih bisa menjaga surplus neraca perdagangan 4,4 miliar dollar AS,” ucap Said.
Oleh sebab itu, lanjut dia, agenda perluasan program hilirisasi harus dipercepat untuk terus menjaga surplus perdagangan nasional.
Said meyakini, selalu ada hikmah di balik suatu peristiwa. Hal ini dapat dilihat dari penurunan berbagai harga komoditas global, ditambah kebijakan The Fed yang tidak agresif telah menurunkan faktor eksternal atas ancaman inflasi.
Baca juga: Inflasi Kota Semarang pada Idul Adha Terendah Se-Nasional, Walkot Ita: Ini Peristiwa Langka
“Inflasi sampai dengan Juni 2023 mencapai 3,52 persen atau lebih rendah dari Mei 2023 sebesar 4 persen,” ucap Said.
Ia menyebut, penurunan harga komoditas global mampu dikelola cukup baik oleh pemerintah, sehingga pendapatan negara terjaga dengan baik.
Hingga akhir Juni 2023, kata Said, realisasi pendapatan negara mencapai Rp 1.4079 triliun atau tumbuh 5,4 persen dari realisasi periode yang sama pada 2022.
“Realisasi pendapatan negara juga telah telah mencapai 57,2 persen dari target yang sebesar Rp 2.463 triliun,” imbuhnya.
Pada kesempatan tersebut, Said mengapresiasi kinerja pemerintah dalam sektor perpajakan. Pemerintah dinilai dapat mempertahankan perpajakan di tengah gempuran isu miring yang terjadi.
Baca juga: Bea Cukai Makassar Sebut Perhiasan Suarnati Bukan Emas Melainkan Imitasi, Batal Kena Pajak
“Realisasi penerimaan pajak pada akhir Juni 2023 mencapai Rp 970,2 triliun atau 56,5 persen dari target. Penerimaan pajak pada 2023 tumbuh 9,9 persen jika dibandingkan pada 2022,” ujar Said.
Penerimaan pajak ditopang oleh Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang tumbuh 26,2 persen yoy dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri yang tumbuh 19,5 persen yoy.
Said mengungkapkan, pemerintah harus melakukan mitigasi atas kinerja penerimaan cukai yang tumbuh negatif 18,8 persen.
“Realisasi penerimaan bea cukai mencapai Rp 135,4 triliun. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya, kinerja penerimaan cukai senantiasa melebihi target dan menopang pendapatan negara,” jelasnya.
Selain kinerja, Said juga mengapresiasi peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada semester 1-2023 sebesar Rp 302,1 triliun atau meningkat 5,5 persen yoy.
Baca juga: Kakorlantas Minta SIM Jangan Jadi Target PNBP, Takut Polisi Jualan SIM
Tingginya PNBP tersebut, kata dia, patut disyukuri karena kinerja komoditas non-minyak dan gas (migas) tumbuh sebesar 94,7 persen yoy.
Sementara itu, realisasi belanja negara sampai dengan akhir Juni 2023 mencapai Rp 1.255,7 triliun atau telah mencapai 41 persen dari target belanja dalam APBN 2023 sebesar Rp 3.061,2 triliun.
“Kita harapkan pemerintah bisa melakukan percepatan spending agar memberikan efek ungkit lebih awal bagi perekonomian nasional, tetapi harus disertai dengan prinsip tata kelola penggunaan keuangan negara dengan baik,” ucap Said.
Said melanjutkan, realisasi anggaran hingga akhir Juni 2023 mengalami surplus sebesar Rp 152,3 triliun dengan keseimbangan primer yang mencapai Rp 368,2 triliun.
Said berharap, pencapaian tersebut bisa menekan kebutuhan pembiayaan yang bersumber dari Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman yang kerap kali menjelma menjadi serangan politik bagi pemerintah.
Baca juga: Satpol PP DKI Copot 4.107 Atribut Partai Politik, dari Bendera hingga Baliho
Terlebih lagi, kata dia, saat ini Indonesia memasuki tahun politik. Lebih dari itu, pencapaian tersebut diharapkan dapat menjaga keberlangsungan fiskal lebih sehat.
Said mengatakan bahwa secara kualitatif belanja negara sangat penting dalam menopang dan menjaga kesejahteraan rakyat.
“Kita syukuri, berdasarkan dokumen World Bank Group yang berjudul Country Classification by Income Level for FY 24, pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita Indonesia mencapai 4.580 dollar AS atau setara sekitar Rp 68,7 juta pada 2022,” jelasnya.
Nilai tersebut, lanjut Said, meningkat 9,8 persen dari tahun 2021 sebesar 4.170 dollar AS atau sekitar Rp 62,55 juta.
Posisi itu, sebut dia, menempatkan Indonesia kembali masuk ke dalam kategori negara berpendapatan menengah atas, yakni jembatan penting untuk naik kelas menjadi negara maju.
Baca juga: Ekonom INDEF: Google Play Jadi Katalisator Pertumbuhan Ekonomi Digital Tanah Air
Pada kesempatan terpisah, ekonom Joseph Stiglitz mengatakan bahwa dimensi kesejahteraan rakyat tidak cukup diukur dari ukuran ekonomistik, seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan.
Namun, menurutnya, ada dimensi lain yang secara kualitatif berperan besar pada ukuran kesejahteraan, yakni tentang kualitas hidup rakyat.
Kualitas hidup rakyat yang dimaksud, yakni terkait pada tingkat pendidikan, kesehatan, kelayakan tempat tinggal, kualitas lingkungan hidup, jaminan keamanan, ruang ekspresi penyampaian hak, dan lain-lain.
“Belanja negara dan kewenangan pemerintah menjadi instrumen sangat menentukan pencapaian kualitas hidup rakyat di atas,” ucap Joseph.
Sementara itu, peraih Nobel bidang ekonomi Amartya Sen juga mengatakan, mengatasi masalah kemiskinan tidak cukup dengan mengukur tingkat pendapatan.
Baca juga: Kuta Lane Mandalika Diharapkan Bisa Meningkatkan Pendapatan UMKM Sekitar
Menurutnya, penggaris lebih panjang diperlukan untuk mengintervensi masalah kemiskinan.
Sen mengungkapkan bahwa mengedepankan pendekatan hak terhadap orang miskin juga sangat perlu.
“Hak itu menjadi bagian inheren dari tanggung jawab negara untuk menjamin orang miskin atas kemudahan akses terhadap makanan, pakaian, tempat tinggal layak, perawatan kesehatan, pendidikan dan partisipasi politik,” ujarnya
Oleh sebab itu, lanjut Sen, keseluruhan program peningkatan kesejahteraan rakyat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus konvergen satu sama lain yang didasari kesamaan pandangan antar sektor.