KOMPAS.com – Menutup akhir tahun, Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Said Abdullah mengapresiasi jajaran pemerintah, khususnya Menteri Keuangan, atas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN) 2023 yang dinilai berjalan baik.
Menurut Said, pemerintah Indonesia mampu menjaga fiskal APBN 2022 dan 2023, serta mencapai target asumsi ekonomi makro dan pencapaian pendapatan negara.
“Tiga tahun berturut turut sejak pandemi, pendapatan negara tembus di atas 100 persen. (Anggaran) belanja negara terkelola dengan baik, realisasi defisit APBN juga lebih rendah dari target. Pencapaian ini meyakinkan saya bahwa sesungguhnya kita adalah bangsa yang unggul dan bisa bekerja keras,” kata Said dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Minggu (31/12/2023).
Kendati demikian, Said mengatakan pencapaian itu tidak diraih dengan usaha yang mudah. Pasalnya, Indonesia sempat melalui “badai”, mulai dari gejolak harga komoditas yang tinggi hingga disrupsi pangan dan energi.
Baca juga: APBN Perlu Dihijaukan, Targetkan Transisi Energi dan Penurunan Emisi
Namun, pemerintah Indonesia berhasil mempertahankan surplus neraca perdagangan selama 44 bulan terakhir, meski harga komoditas ekspor Indonesia pada 2023 tidak setinggi tahun sebelumnya.
“Kita juga menjalankan reformasi struktural pada sektor perpajakan. Kita sahkan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Situasi inilah yang membuat pendapatan negara tahun 2023 mengulang kisah sukses sejak 2021,” lanjut Said.
Lebih lanjut Said menjelaskan, pemerintah juga melakukan reformasi kebijakan belanja keuangan pemerintah pusat dan daerah melalui Undang Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Beleid tersebut mengonsolidasikan pengelolaan keuangan pusat dan daerah yang diatur secara konvergen dan berbasis outcome.
Baca juga: Pemerintah Alokasikan Pendanaan Proyek Mitigasi Iklim dalam APBN
Said juga menyoroti tekanan yang sempat dihadapi pemerintah Indonesia terkait nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Adapun kenaikan kurs dollar AS merupakan imbas dari kebijakan suku bunga tinggi yang ditempuh oleh The Fed.
Namun, Said menilai Indonesia mampu mengimbangi nilai kurs dengan baik, di mana nilai tukar rupiah untuk 1 dollar AS tidak menyentuh Rp 16.000.
“Ketergantungan kita terhadap dollar AS terus kita kurangi. Dalam hal ini, Badan Anggaran DPR memberikan dorongan agar Bank Indonesia makin inovatif, serta mengembangkan kerjasama bilateral dan multilateral untuk menciptakan pembayaran internasional lebih variatif,” ujar Said.
Tahun ini, Badan Anggaran DPR dan pemerintah juga mengoptimalkan APBN untuk memberikan perlindungan sosial (perlinsos) bagi keluarga miskin. Langkah ini, kata Said, juga akan dipertahankan pada APBN 2024.
“Menghadapi situasi ekonomi dan keuangan global yang tidak menentu, kita posisikan APBN sebagai shock absorber, (yaitu) berperan penahan guncangan,” ujar Said.
Baca juga: APBN 2024 Dukung Kesejahteraan Anak, dari Layanan Kesehatan hingga Inklusi Digital
Said menjelaskan, penebalan APBN untuk perlinsos terbukti berhasil menjaga daya beli rumah tangga, yang secara tidak langsung mempengaruhi pengendalian inflasi.
Menurut dia, adanya kenaikan daya beli rumah tangga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5 persen pada 2023.
“Kita paham betul, pengaruh inflasi terhadap tingkat kemiskinan sangat besar. Tren angka inflasi di Indonesia pada 2023 sendiri terus turun, di mana awal tahun (2023) mencapai 5,2 persen, menjadi 2,9 persen pada Desember 2023,” sambung Said.
Ke depan, Said optimistis bahwa pihaknya dapat tetap solid dalam mengawal seluruh kebijakan fiskal, target asumsi ekonomi makro, serta pendapatan APBN 2024.
Baca juga: Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Kemenkeu Optimalkan Kinerja Penyerapan APBN 2024
Ia pun berharap, pemerintah dapat terus menjaga agar pelaksanaan APBN 2024 tidak tergelincir pada kepentingan politik elektoral. Hal ini mengingat tahun depan akan dilaksanakan Pemilihan Presiden (Pilpres).
“Meski Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 membuat dinamika baru di antara kita, tetapi kami berpandangan bahwa kewajiban pemerintah tegak lurus pada pencapaian APBN sehat dan memberikan manfaat bagi perbaikan kesejahteraan rakyat,” kata Said.
Jika hal itu terjadi, kata Said, imbasnya tidak hanya pada kesejahteraan masyarakat yang menurun saja. Akan tetapi, kemampuan resiliensi Indonesia dalam menghadapi dinamika domestik dan global juga semakin melemah.
Sementara dari sisi regulasi, pemerintah Indonesia juga terus melakukan penguatan regulasi keuangan nasional. Salah satunya, melalui pengesahan Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor.
“Belajar dari krisis moneter tahun 1997, DPR bersama pemerintah terus memperkuat industri keuangan nasional melalui Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Mari jalankan pepatah, ‘Sedia payung sebelum hujan’. Kita harus tetap optimis tahun 2024,” tutup Said.