KOMPAS.com - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Said Abdullah menyampaikan beberapa catatan penting mengenai kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 yang perlu dilanjutkan pada era Prabowo Subianto.
Salah satu masalah yang disoroti Said berkaitan dengan gejolak geopolitik yang menjadi ancaman laten aktivitas ekonomi. Pasalnya, dalam sekejap, harga komoditas terus melonjak, kurs rupiah terhempas, hingga ketahanan ekonomi yang terus terhempas.
“Tekanan eksternal ini disebabkan karena belum kuatnya sektor pangan, energi, dan tata kelola devisa,” ujar Said dalam Rapat Penyampaian Pemerintah Atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2025, Selasa (4/6/2024).
Said juga mengatakan bahwa Indonesia sedang dihadapi hempasan angin buritan yang membuat perekonomian nasional terjebak dalam pusaran pertumbuhan lima persen.
Hal itu, sebutnya, menyebakan harga komoditas semakin melambung, sehingga berujung pada kesenjangan sosial yang semakin besar.
Baca juga: Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP
Said menyebut, angka gini rasio pada semester I-2024 telah menyentuh 0,388 atau lebih tinggi dibandingkan pada semester I-2023 ang mencapai angka 0,384.
“Lain lagi, jika kita bandingkan pada 2019 sebelum pandemi Covid-19, angka gini rasio mencapai level 0,380. Kecenderungan naiknya kesenjangan ini harus dikendalikan oleh pemerintah,” ujar Said melalui keterangan tertulisnya, Selasa.
Selain itu, ia mengungkapkan, pada era Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah masih belum mampu untuk mengatasi kemiskinan ekstrem di indonesia. Padahal, pemerintah menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem pada 2024.
"Jika hingga 2024 realisasi penghapusan kemiskinan ekstrem masih belum tuntas, kami (DPR) akan fasilitasi melalui RAPBN 2025 supaya pemerintah tetap bisa menuntaskannya," ucapnya.
Baca juga: Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput
Catatan penting lainnya, sebut Said, berkaitan dengan masalah stunting. Target angka prevelensi stunting ke depan masih cukup menantang, yakni 14,0 persen pada 2024. Padahal, angka stunting pada 2023 masih berada di kisaran 21,5 persen.
“Jika target prevelensi tersebut masih belum tercapai, maka diperlukan upaya extraordinary, yang meliputi pendekatan spasial untuk daerah fokus intervensinya,” ujarnya.
Terkait persoalan pendidikan di Indonesia, Said mengatakan bahwa dukungan anggaran pendidikan 20 persen dari belanja negara belum mampu mengubah rakyat menjadi tenaga kerja yang terampil, penuh inovasi, dan punya etos kerja yang tinggi. Hal ini dikarenakan sebagian angkatan kerja masih lulusan sekolah menengah pertama (SMP).
“Pada 2022, sebanyak 8,5 persen didominasi oleh lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan sebanyak 9,4 persen didominasi oleh lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK). Sedangkan, lulusan SMP masuk sebagai tenaga kerja kasar dengan upah yang murah dan sektor informal,” ucap Said.
Baca juga: Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hampir 10 juta penduduk berusia 15-24 tahun atau generasi Z menganggur, tidak sekolah, tidak bekerja atau tidak mengikuti pelatihan (NEET)
Adapun rinciannya, pada Agustus 2023, sekitar 22,5 persen atau 9,89 juta dari 44,47 juta penduduk berusia 15-24 tahun masuk dalam kategori NEET.
"Saya berharap anggaran pendidikan yang diberikan sebanyak 20 persen dari belanja negara harus mampu memberikan keterampilan generasi muda guna menyongsong masa depan mereka," tuturnya.