KOMPAS.com - Calon presiden (capres) nomor urut satu, Anies Baswedan mengatakan, kebijakan kesehatan dan pemerataan tenaga kesehatan ( nakes) serta fasilitas kesehatan harus melihat Indonesia sebagai negara kepulauan.
“Yang harus dikerjakan adalah menyusun kebijakan terkait dengan kondisi yang ada di lapangan. Kita bukan negara kontinental (benua). Kita negara kepulauan,” ujarnya saat menghadiri acara Desak Anies Edisi Nakes di Half Patiunus, Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Namun, kata dia, pemerintah sekarang menyusun kebijakan dengan asumsi negara kontinental sehingga prioritas untuk fasilitas kesehatan kepulauan hampir selalu tertinggal.
"Tidak usah jauh-jauh di Maluku. Jakarta adalah satu-satunya ibu kota di dunia yang punya kepulauan. Namanya Kepulauan Seribu,” ungkapnya dalam siaran pers, Kamis.
Anies menyebutkan, selama bertahun-tahun, Kepulauan Seribu selalu tertinggal jika dibandingkan dengan daratan di Jakarta karena semua orang memiliki mindset daratan.
Baca juga: Berkomitmen Berantas Korupsi, Anies Bakal Kembalikan Marwah KPK Jika Jadi Presiden
Mantan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta itu mengatakan, ketika mindset tersebut diubah, program yang dibuat sesuai dengan program daerah kepulauan.
“Sekarang di sana sudah ada kapal rumah sakit seperti ambulans yang bisa melakukan tindakan di dalam kapal. Bukan hanya mengangkut, tetapi bisa melakukan tindakan di dalamnya,” katanya.
Dia menyebutkan, program ambulans itu merupakan yang pertama kali dalam sejarah Indonesia berdiri, karena selama ini tidak ada yang memikirkan kebijakan kesehatan dengan paradigma negara kepulauan.
“Ketika dibuat, diberi nama Abdurahman Saleh karena dia salah satu orang Betawi pertama yang jadi dokter di sini,” paparnya.
Baca juga: Bahas Masalah Kesehatan, Anies Berjanji Akan Dengar dan Libatkan Nakes
Anies mengatakan, konsekuensi kebijakan kesehatan dengan paradigma Indonesia negara kepulauan, yakni program dan anggaran yang harus menyesuaikan dengan kebutuhan.
"Ini konsekuensi kita tinggal di daerah kepulauan, dengan begitu penangananya sesuai dengan kebutuhan," jelasnya.
Menurutnya, pembuatan kebijakan seharusnya berbicara dengan pelaku yang ada di lapangan. Mereka harus menerjemahkan itu ke dalam program dan anggaran, sehingga eksekusi bisa berjalan dengan baik.
Mantan Rektor Universitas Paramadina itu menilai, selama ini, penyusunan perencanaan sering kali tidak induktif atau tidak menyesuaikan kondisi lapangan.
"Induktif artinya melihat kondisi lapangan, baru menyusun program. Selama ini kita deduktif. Apa yang kita pelajari dicoba diterapkan,” katanya.
Baca juga: Jika Terpilih Presiden, Anies Berkomitmen Dahulukan Pelayanan Medis untuk Ibu Hamil