KOMPAS.com – Di era digital yang semakin berkembang pesat, setiap orang kini dapat semakin mudah dalam mengakses informasi dan melakukan banyak hal.
Namun, layaknya dua sisi mata uang, kemudahan tersebut juga diiringi risiko ancaman siber yang juga makin tumbuh pesat. Hal ini dapat merugikan banyak pihak, termasuk untuk stabilitas nasional.
Merespons ancaman tersebut, pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Prabowo Subianto serta Gibran Rakabuming Raka, berkomitmen untuk memperkuat pertahanan dan keamanan siber melalui hilirisasi digital.
Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko mengatakan, komitmen tersebut telah ditunjukkan melalui pelaksanaan pembelajaran terkait keamanan siber di tingkat perkuliahan.
“Pelaksanaan pembelajaran terkait keamanan siber sudah dilakukan di Universitas Pertahanan (Unhan). Di Unhan itu sudah ada mata kuliah Cyber Security dan Cyber Defense yang ada di bawah Program Studi (Prodi) Teknik Informatika,” ujar Budiman dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (7/1/2024).
Baca juga: Prabowo: Indonesia Akan Jadi Negara Produktif, Bukan Pasar Negara Lain
Meski baru diimplementasi di Unhan, Budiman menilai bahwa langkah tersebut sudah menjadi awalan baik untuk menuju kedaulatan siber Indonesia.
Selain itu, langkah itu juga menjadi bukti bahwa Prabowo sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) peduli terhadap pertahanan dan keamanan siber Tanah Air.
“Langkah yang lebih besar tentu akan diambil jika kelak Pak Prabowo menjadi Presiden Republik Indonesia,” kata Budiman.
Budiman menambahkan, penguatan pertahanan siber, termasuk dari bangku perkuliahan adalah hal perlu dilakukan.
Hal tersebut lantaran Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan akan kejahatan siber.
“Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menjelaskan bahwa Indonesia itu menduduki peringkat kedua di dunia sebagai negara yang rentan akan kejahatan siber setelah Ukraina. Oleh karena itu, penguatan pertahanan siber sudah harus jadi perhatian khusus,” terangnya.
Budiman pun menerangkan bahwa kebocoran data nasabah dari salah satu bank di Indonesia yang sempat terjadi beberapa waktu lalu sebagai bukti dari lemahnya pertahanan siber di Tanah Air.
Menurut Budiman, salah satu penyebab kelemahan dari pertahanan siber Indonesia adalah kurangnya kemandirian teknologi. Ia menilai perlu adanya hilirisasi digital agar dapat menghindari risiko kejahatan siber.
“Indonesia sangat rentan, selalu ada kemungkinan serangan kembali kejahatan siber terhadap data pribadi. Selama ini, kita masih bergantung kepada luar negeri. Untuk itu, hilirisasi perlu dilakukan. Prabowo-Gibran mengusung konsep device, data, network, dan aplikasi (DDNA). Inilah yang harus mulai dihilirasi. Kita harus mulai mandiri dan jadi bangsa sendiri,” tutur Budiman.