KOMPAS.com - Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Nusron Wahid mengimbau semua pihak menghargai hak politik setiap orang, termasuk presiden dan menteri.
“Harus dihargai, ya, setiap insan masyarakat Indonesia mempunyai hak politik. Harus diingat sebagai pribadi, presiden dan menteri ini punya hak nyoblos juga, di antaranya adalah ada yang jadi anggota partai politik,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu (24/01/2024).
Nusron mengatakan itu untuk menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo ( Jokowi) yang menyebut presiden dan menteri boleh melakukan kampanye.
Dia menjelaskan, hak dari pejabat seperti presiden dan menteri tersebut sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu) Nomor 7 Tahun 2017, Pasal 281 dan Pasal 299.
Baca juga: Soal Presiden Boleh Memihak, TKN Singgung Jokowi Memihak Dirinya Sendiri Saat Pilpres 2019
“Belum lagi aturan lainnya. Kuncinya tidak menggunakan fasilitas negara. Satu lagi, supaya tidak fitnah, untuk pejabat, seperti presiden ada fasilitas yang melekat. Silakan ditanyakan juga ke ahli hukum, ya,” paparnya.
Politisi partai Golkar itu menegaskan, hak untuk berkampanye berlaku umum sehingga semua memiliki hak yang sama.
Nusron menyebutkan, kakak Muhaimin Iskandar atau calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01 yang merupakan menteri dapat berkampanye.
Hal yang sama juga berlaku untuk Menteri Hukum dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) dan Menteri Sosial (Mensos) yang boleh berkampanye untuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
“Menteri Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (LHK) boleh juga kampanye untuk Nasdem. Jadi semua boleh. Kuncinya sekali lagi, harus cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara,” jelasnya.
Baca juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak, Perludem: Jadi Pembenaran Aparat Tak Netral
Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan, presiden dan menteri boleh berkampanye.
"Presiden tuh boleh lho kampanye, Presiden boleh memihak, boleh. Kami ini pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masa berpolitik nggak boleh, boleh. Menteri juga boleh," katanya di Pangkalan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) Halim, Jakarta, Rabu pagi.
Wakil Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman merespons sejumlah tudingan yang belakangan membuat Jokowi seolah melanggar hukum dan etika ketika menunjukkan arah dukungannya pada salah satu pasangan calon (paslon).
Adapun beberapa waktu terakhir, Jokowi disebut condong memihak paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran.
"Narasi tersebut adalah sesat karena secara prinsip dan etik, tidak ada yang salah juga. Tidak ada satu ketentuan hukum pun yang dilanggar kalau Pak Jokowi mendukung salah satu calon dalam Pilpres," tegasnya.
Habiburokhman menyebutkan, Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 mengatur bahwa setiap orang berhak untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.
Menurutnya, sesat berpikir itu menyasar pada Jokowi yang seolah akan menggunakan kekuasaannya untuk memenangkan salah satu paslon.
"Logika tersebut runtuh sejak awal karena Pasal 7 konstitusi kitab bahkan mengatur seorang presiden bisa maju kedua kalinya dan tetap menjabat sebagai presiden incumbent," jelasnya.
Politisi Gerindra itu menyebutkan, selama tidak menyalahgunakan kekuasaan, presiden boleh mengungkapkan dukungannya.
Habiburokhman mencontohkan, seorang presiden incumbent di Amerika Serikat (AS) mendukung dan berkampanye untuk salah satu calon presiden periode berikutnya.
"Tahun 2008 President George W Bush mendukung John McCain melawan Barack Obama, tahun 2016 giliran Obama mendukung Hillary Clinton yang bertarung melawan Donald Trump," paparnya.
Baca juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak pada Pilpres, Mahfud Tanggapi Santai
Dia pun meminta masyarakat tidak khawatir berlebihan. Sebab, hingga saat ini, negara masih memegang aturan yang ketat untuk mencegah presiden menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya atau calon yang didukung.
Habiburokhman memaparkan, salah satu aturan itu termuat dalam Pasal 306 UU Nomor 7 tahun 2017.
UU tersebut secara umum mengatur pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon.
Selain itu, lanjut Habiburokhman, negara juga memiliki Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang akan mengamati langkah-langkah seputar pemilu.
Dalam hal ini, kinerja Bawaslu dipantau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Intinya kita tidak perlu khawatir apabila presiden menggunakan haknya untuk mendukung salah satu paslon,” tegasnya.
Baca juga: Soal Jokowi Sebut Boleh Kampanye, Sudirman Said Ingatkan Presiden Berperan Pimpin Moral
Sebab, kata Habiburokhman, ada aturan berlapis yang jelas dan ada lembaga penegak hukum yang jelas untuk memastikan tidak terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.