KOMPAS.com - Juru Bicara (Jubir) Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Fahri Hamzah, mengajak masyarakat untuk menggunakan akal sehat dan kepala dingin saat memilih presiden pada pemilihan presiden (pilpres) yang akan berlangsung pada tanggal 14 Februari 2024.
Menurutnya, Indonesia saat ini membutuhkan jalan tengah berupa rekonsiliasi dan persatuan nasional, yang akan menjadi penentu sejarah bangsa ke depan.
Fahri menjelaskan bahwa jalan tengah yang dimaksudnya adalah upaya untuk bersatu tanpa kecenderungan ekstrem ke arah kanan atau kiri, dengan memprioritaskan kepentingan rakyat.
Ia menekankan bahwa pendekatan tersebut terlihat jelas dalam proses bersatunya Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto.
Baca juga: Jelaskan Program Jokowi Akan Dilanjutkan Prabowo, Zulhas: Lanjut Apa Stop?
"(Mereka) ini adalah dua tokoh besar. Orang hebat dua-duanya, yang selama ini oleh politik dibuat saling bertengkar, sekarang kita buat mereka bersatu," ujar Fahri dalam siaran pers yang diterima Kompas.com pada Senin (29/1/2024).
Ia menyatakan bahwa efek dari persatuan kedua tokoh tersebut sangat luar biasa karena telah menghasilkan kebijakan-kebijakan yang akan menjadi pengubah permainan, menciptakan dampak positif pada perekonomian dan masyarakat secara keseluruhan.
Fahri juga menyoroti relevansi langkah-langkah program kerja yang diusung oleh pasangan calon nomor urut 2 Prabowo-Gibran dalam melanjutkan upaya mendorong kemajuan negara.
Menurutnya, melalui langkah-langkah tersebut, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara yang diperhitungkan secara global.
"Hal seperti hilirisasi, serta rencana untuk memberikan intervensi nutrisi dan gizi pada rakyat Indonesia," jelas Fahri.
Fahri menekankan bahwa program tersebut merupakan revolusi kebijakan yang mungkin tidak disukai oleh banyak negara.
Namun, kata dia, banyak negara lain yang melihat jejak Indonesia menuju kemajuan, menjadi negara kuat, bahkan negara superpower yang dapat terlihat jelas.
Lebih lanjut, Fahri menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah dari bangsa lain.
Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa menjadi berdaya merupakan bagian dari upaya menjaga kedaulatan, di mana setiap keputusan yang pro-rakyat hanya dapat diambil oleh pemimpin yang berani.
Baca juga: Tebakan, Pertanyaan Recehan, dan Kualitas Pemimpin
"Jika Indonesia ingin menjadi negara superpower, negara yang kuat, yang bisa menyejahterakan rakyatnya, itu tidak mungkin kita titipkan kepada negara lain," ujar Fahri.
"Itu memerlukan intervensi, dan memerlukan keberanian untuk memimpin," sambungnya.
Lebih lanjut, Fahri mengajak semua elemen bangsa untuk tetap berpikir jernih dan fokus dalam memilih dengan pertimbangan yang melihat jauh ke depan.
Ia berharap agar cita-cita Indonesia menjadi negara yang kuat tidak hanya menjadi khayalan semata.
Baca juga: Peringkat Indonesia di FIFA Ranking Usai Kalah dari Australia pada Babak 16 Besar Piala Asia 2023
"Ayo kita (bergerak) ke tengah, meninggalkan yang lain. 'Yang lain' adalah pecahan-pecahan kemarahan dan kekecewaan. Tidaklah (bijak) bila kita berpolitik dan membuat keputusan tentang pemimpin (hanya) karena (terpengaruh rasa) marah dan kecewa," ujar Fahri.
"Mari kita gunakan akal kita. Siapa pun kita, (yakinlah) bahwa insya Allah ini adalah momen bersejarah bagi bangsa, dan sejarah umat kita akan memimpin dunia ini," sambungnya.