KOMPAS.com - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Daerah Pemilihan (Dapil) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Fahira Idris menyatakan ketidaksetujuannya atas draft Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta ( RUU DKJ) yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyar (DPR) RI.
Pasalnya, dalam RUU DKJ mengusulkan pengaturan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta ditetapkan oleh presiden atau tidak melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Menurutnya, warga Jakarta mempunyai hak konstitusional yang mutlak untuk memilih langsung siapa yang mereka nilai layak memimpin Jakarta.
“Usulan ini sama sekali tidak berdasar karena berpotensi menghilangkan hak konstitusional warga Jakarta memilih langsung pemimpinnya," ujar Fahira Idris
"Jakarta dengan segala tantangan dan kompleksitasnya, saat ini dan ke depan harus dipimpin oleh gubernur yang memiliki legitimasi kuat. Oleh karena itu harus dipilih langsung oleh rakyat,” jelas Fahira Idris di Jakarta, Rabu (6/12/2023).
Baca juga: Hujan Kritik Penghapusan Pilkada Jakarta dalam RUU DKJ, Disebut Kebiri Hak Rakyat dan Balik ke Orba
Fahira Idris mengungkapkan, sejatinya semangat atau titik fokus dari RUU DKJ adalah penekanan kekhususan Jakarta terutama di bidang ekonomi dan pemerintahan, bukan malah mengotak-atik proses Pilkada Jakarta yang selama ini sudah berjalan baik.
"Titik berat kepada ekonomi dan pemerintahan sebagai jalan agar siapa saja yang memimpin Jakarta punya mandat penuh dari rakyat untuk mengurus Jakarta sebagai pusat bisnis nasional," kata Fahira Idris dalam siaran persnya.
Tidak hanya itu, kata dia, titik berat pada ekonomi juga untuk memastikan posisi strategis Jakarta sebagai penyumbang tertinggi produk domestik bruto (PDB) nasional dan pusat perputaran ekonomi nasional, serta salah satu dari 20 megapolitan atau mega-urban di dunia semakin kokoh.
"Kekhususan ini akan membuat Jakarta lebih bisa mengelola anggaran secara luwes," ujar Fahira Idris.
Ia mengatakan, dengan berdaya secara ekonomi, maka sektor-sektor lain, seperti pendidikan, kesehatan, pariwisata, ekonomi kreatif, industri, usaha mikro kecil menengah (UMKM), dan seni budaya diharapkan akan semakin menggeliat setelah Jakarta tidak lagi jadi ibu kota.
Baca juga: Implikasi RUU DKJ bagi Masa Depan Jakarta
Oleh karena itu, kata dia, gubernur yang memimpin Jakarta idealnya diberi keleluasaan lebih oleh pemerintah pusat untuk mengatur urusan daerahnya sendiri. Artinya, selain tetap menjadi daerah otonom provinsi, Jakarta juga menjadi daerah khusus ekonomi.
Kekhususan itu, diimplementasikan lewat kewenangan dalam penyelenggaraan urusan penunjang pemerintahan baik di bidang kepegawaian, kelembagaan, dan keuangan daerah termasuk pengelolaan pajak daerah bahkan kewenangan khusus bidang kebudayaan.
“Semangat dari RUU ini adalah Jakarta karena potensinya diberi keleluasan mengatur dirinya sendiri terutama dalam bidang ekonomi dan pemerintahan. Kekhususan ini akan bisa dikelola dengan baik dengan partisipasi langsung dan bermakna dari seluruh warga Jakarta," tutur Fahira Idris.
"Ruang partisipasi langsung itu adalah saat warga Jakarta diberi hak untuk memilih langsung siapa Gubernur dan Wakil Gubernurnya,” ujar Fahira Idris.
Sebagai informasi, Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) telah disepakati menjadi usul inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna ke-10 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024, Selasa (5/12/2023).