KOMPAS.com – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) sekaligus Ketua Gerakan Nasional Anti Miras (Genam) Fahira Idris meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (LMB).
“Indonesia sangat membutuhkan aturan tentang minuman beralkohol (minol) setingkat undang-undang (UU). Karena aturan yang ada saat ini sudah tidak bisa lagi menjawab kompleksitas persoalan produksi, distribusi, konsumsi, dan terutama dalam melindungi generasi muda serta anak-anak dari bahaya minol,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (28/12/2023).
Fahira menyatakan bahwa pembahasan RUU LMB antara pemerintah dan DPR telah berlangsung terlalu lama, yakni hampir 15 tahun.
Baca juga: RUU Ukraina Usulkan Penurunan Usia Mobilisasi Wajib Militer, dari 27 jadi 25 Tahun
Ia mengungkapkan bahwa RUU LMB selalu masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan telah dibahas sejak DPR periode 2009-2014. Kemudian, dilanjutkan pada periode 2014-2019 hingga periode DPR 2019-2024. Pada 2024, RUU LMB kembali masuk Prolegnas dengan nomor urut 13.
Terkendalanya pembahasan RUU LMB tersebut, kata Fahira, menimbulkan persepsi di kalangan publik bahwa pemerintah dan DPR tidak mengutamakan pembuatan regulasi untuk melindungi masyarakat, terutama anak dan remaja.
Di sisi lain, pemerintah dan DPR dianggap lebih cepat dalam mengesahkan RUU terkait investasi dan eksploitasi sumber daya alam (SDA), yang seringkali dapat diselesaikan hanya dalam hitungan bulan.
Baca juga: Bawaslu Ragu 4 TPS di Hong Kong Mampu Layani 2.390 Pemilih Sesuai Hitungan KPU
“Sudah hampir 15 tahun RUU LMB ini dibahas oleh pemerintah dan DPR, kapan mau disahkan? Atau kita harus menunggu hingga 2045 saat 100 tahun kemerdekaan baru negeri ini punya UU yang mengatur minol? Kenapa RUU yang sangat penting dan dibutuhkan publik ini begitu sulit disahkan,” ujar Fahira Idris.
Ia berharap pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU LMB yang saat ini masuk dalam daftar Prolegnas 2024.
Fahira menegaskan, naskah RUU LMB terakhir telah memiliki berbagai ketentuan yang sangat akomodatif, komprehensif, memiliki formulasi sanksi hukum yang tegas, dan memiliki dimensi perlindungan anak yang sangat kuat terhadap bahaya minol.
Baca juga: DPRD DKI Duga Banyak Tempat Langgar Izin Penjualan Minol, Holywings Hanya Puncak Gunung ES
Selain itu, unsur kolaboratif juga sangat baik karena RUU tersebut juga melibatkan masyarakat, seperti tokoh agama atau tokoh masyarakat bersama unsur pemerintah, pemerintah daerah (pemda), dan penegak hukum dalam mengawasi kegiatan memproduksi, memasukan, menyimpan, mengedarkan, menjual, dan mengonsumsi minol.
Meskipun judulnya "larangan", kata Fahira, sesungguhnya RUU bertujuan menjadikan minol hanya untuk kepentingan terbatas, bukan sebuah produk yang bebas diproduksi, dijual, atau dikonsumsi.
Pengaturan seperti itu juga dilakukan oleh banyak negara lain bahkan negara yang punya kebiasaan minum alkohol, seperti Eropa dan Amerika.
Baca juga: Mengira Gurita, Seorang Pria di Amerika Serikat Menemukan Bangkai Kapal Berusia 150 Tahun
“Bayangkan, sudah 78 tahun negeri ini merdeka, tapi belum memiliki UU untuk mengatur salah satu persoalan serius yang dihadapi masyarakatnya yaitu minol,” tutur Fahira Idris yang juga mrupakan calon legislatif (caleg) DPD RI Daerah Pemilihan (Dapil) Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tersebut.
Ia mengungkapkan bahwa dampak minol akan sangat merusak sendi-sendi masyarakat jika tidak diatur karena mempunyai banyak dimensi efek, mulai dari kesehatan, perlindungan anak, kecelakaan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kriminalitas, dan dampak sosial lainnya.
“Itulah kenapa negara-negara di dunia bahkan yang paling sekuler sekalipun sudah berpuluh-puluh tahun mempunyai UU soal minol,” imbuh Fahira.