KOMPAS.com - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Fahira Idris berharap ada institusi pendidikan juga ikut menggelar debat antar calon presiden/calon wakil presiden (capres/cawapres) di luar debat yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Fahira Idris menilai, dari tiga debat yang sudah digelar KPU, masih banyak isu-isu krusial dan persoalan sehari-hari rakyat yang seharusnya jadi pangkal perdebatan belum terungkap.
Menurutnya hal tersebut terjadi karena keterbatasan waktu, subtema debat yang terlalu banyak, dan format debat yang masih sangat kaku menutup kesempatan pasangan calon (paslon) untuk lebih mengeksplorasi gagasannya.
“Oleh karena itu, publik memerlukan panggung debat tambahan agar gagasan semua paslon terkait isu-isu penting yang belum disinggung dalam debat KPU bisa diadu kembali dan dinilai mana yang terbaik oleh masyarakat luas," kta Fahira Idris.
"Saya berharap institusi pendidikan terutama kampus. lembaga think tanks, maupun civil society organization bisa memfasilitasi debat tambahan ini,” tambah Fahira Idris di Jakarta, Senin (8/1/2024).
Baca juga: Fahira Idris: Capres dan Cawapres Harus Dengar Suara Para Ibu
Anggota DPD RI dari daerah pemilihan (Dapil) DKI Jakarta ini mencontohkan debat ketiga antarcapres yang bertemakan Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional dan Geopolitik, tidak menyinggung sama sekali sikap, pandangan dan solusi para capres terkait isu pengungsi Rohingnya.
Padahal pengungsi Rohingnya semakin banyak mendarat di sejumlah wilayah di Aceh dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Selain menjadi isu paling mutakhir, Fahira Idris mengatakan, para capres sebenarnya memiliki pandangan yang berbeda soal isu pengungsi Rohingya sehingga idealnya harus dibahas dalam debat.
"Isu penting lain yang cukup mendesak, tetapi saat debat capres publik belum mendapat solusi konkret dari semua kandidat adalah soal pertahanan dan keamanan siber di Indonesia," ujar Fahira dalam siaran persnya, Senin.
Menurutnya pertahanan dan keamanan siber di Indonesia masih lemah sehingga terus berulang terjadinya kasus kebocoran data pribadi. Solusi paslon terhadap kejahatan siber yang sering menjerat masyarakat juga belum didengar publik.
Tidak hanya itu, kata dia, isu-isu dalam tema debat sebelumnya yang masih banyak menggantung. Misalnya, soal strategi masing-masing kandidat untuk mengembangkan ekonomi syariah yang sempat ramai saat sesi tanya jawab kandidat pada debat kedua antarcawapres.
Fahira mengatakan, panggung debat di luar KPU, bisa mengangkat khusus tema ekonomi syariah, mulai dari strategi penguatan pada halal value chain, keuangan syariah, usaha mikro kecil menengah (UMKM) berbasis produk syariah, dan ekonomi digital yang melayani produk syariah.
Dengan demikian, publik mengetahui kandidat yang paham dan memiliki gagasan terbaik soal ekonomi syariah yang memiliki pontensi sangat besar bagi Indonesia.
“Lima kali debat yang digelar KPU, dengan subtema yang sangat banyak, waktu yang sangat terbatas dan format debat yang masih belum mengalir, tidak akan cukup mengupas gagasan ketiga paslon.
"Padahal, sebelum memilih, publik butuh lebih banyak forum perdebatan agar bisa membandingkan paslon mana yang mereka pilih. Semoga ada lembaga atau organisasi yang menggelar debat pilpres tambahan dengan tema yang lebih spesifik,” ujar Caleg DPD RI Dapil DKI Jakarta ini.