KOMPAS.com – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) menyetujui resolusi gencatan senjata di Gaza selama Ramadhan, Senin (25/3/2024).
Salah satu poin penting dari resolusi ini yakni menekankan perluasan aliran bantuan kemanusiaan dan penegakan perlindungan warga sipil di seluruh wilayah Jalur Gaza.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) dari daerah pemilihan (dapil) Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta Fahira Idris mengatakan, DK PBB harus memastikan Israel tidak menghalangi penyaluran bantuan kemanusiaan skala besar ke Palestina.
“Bantuan kemanusiaan skala besar harus segera digelar demi menanggulangi bencana kemanusiaan yang semakin memburuk dan mengakhiri penderitaan warga Palestina yang terjebak dalam penjara besar di Jalur Gaza. Akses bantuan kemanusiaan ke Gaza harus bebas hambatan,” ujar Fahira melalui keterangan persnya, Selasa (26/3/2024).
Fahira berpendapat, kedepannya tidak boleh ada lagi blokade maupun penyerangan terhadap distribusi bantuan kemanusiaan ke Gaza, baik melalui jalur laut ataupun darat.
Baca juga: RUU Miras Sudah Terlalu Lama Jadi Pembahasan, Fahira Idris Ingin Segera Disahkan
Melalui resolusi ini, Fahira menyatakan, tidak boleh ada lagi pelarangan atau pembatasan bentuk dan jenis bantuan kemanusiaan. Sehingga, bantuan yang selama ini sulit untuk masuk, seperti bahan bakar dan gas harus diperbolehkan masuk ke Gaza.
“Saya berharap, masa gencatan senjata ini dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memasukkan sebanyak mungkin bantuan kemanusiaan ke Gaza,” tutur Fahira.
“Mudah-mudahan, berbagai bentuk bantuan untuk Palestina baik bantuan langsung dari berbagai negara maupun bantuan dari berbagai lembaga kemanusiaan nasional dan internasional, bisa mengalir deras ke Gaza terutama selama Ramadhan ini,” lanjutnya.
Sebagai informasi, resolusi gencatan senjata di Gaza disetujui oleh DK PBB melalui pemungutan suara pada sidang di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat (AS).
Baca juga: Polri Berhasil Ungkap Kasus TPPO, Fahira Idris: Ini Wujud Negara Lindungi Warga
Rancangan resolusi tersebut diajukan oleh 10 negara anggota tidak tetap DK PBB. Resolusi dapat disahkan setelah 14 dari 15 negara anggota DK PBB menyetujui adopsi tersebut dengan AS memilih untuk abstain.