KOMPAS.com – Indonesia berkesempatan untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan The 10th World Water Forum 2024 yang merupakan forum terbesar untuk membahas dan merumuskan solusi bagi isu-isu sumber daya air (SDA).
Sebagai tuan rumah, Indonesia telah banyak melakukan sejumlah terobosan terkait manajemen SDA untuk kemakmuran, sesuai dengan tema besar forum air dunia ini yaitu “Water For Share Prosperity”. Meskipun demikian, saat ini masih terdapat berbagai tantangan berat untuk menjaga ketahanan air.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) dari daerah pemilihan (dapil) Jakarta Fahira Idris mengatakan, luas tutupan hutan merupakan tantangan dalam degradasi atau penyusutan SDA.
Menurutnya, hal tersebut disebabkan karena sampai saat ini penurunan tutupan hutan masih terus terjadi, bahkan hingga 2045.
Baca juga: Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045
“Ini artinya, wilayah dengan tutupan hutan yang rendah, seperti Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara berisiko mengalami kelangkaan air baku,” ujar Fahira dalam keterangan persnya, Rabu (22/5/2024).
Padahal, kata dia, salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah kemampuan untuk meningkatkan ketahanan air.
“Oleh karena itu, berbagai strategi harus ditempuh mulai dari memantapkan kawasan hutan berfungsi lindung, mengelola hutan berkelanjutan, serta memelihara maupun konservasi SDA dan ekosistemnya,” tuturnya.
Di samping itu, Fahira menyebut, strategi lain yang dapat dilakukan, di antaranya melakukan revitalisasi danau, revitalisasi infrastruktur hijau, dan mengembangkan waduk multiguna.
Baca juga: Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku
“Selain memenuhi kebutuhan masyarakat, ketahanan air juga ditujukan untuk keberlangsungan kegiatan ekonomi, seperti pertanian, perikanan darat, serta ketersediaan air baku untuk kawasan strategis atau prioritas guna mendukung berbagai industri,” ujarnya.
Lebih lanjut, Fahira menjelaskan, tantangan besar lain yang turut dihadapi Indonesia adalah pengelolaan air tanah dan air baku. Utamanya, berkaitan dengan penyediaan air baku yang dari segi kuantitas dan kualitasnya masih perlu ditingkatkan.
Hal itu ditambah dengan ancaman nyata yakni penurunan muka tanah akibat tekanan populasi dan aktivitas ekonomi di berbagai daerah perkotaan.
Ia berpendapat, apabila ketersediaan air tidak mencukupi kebutuhan, maka terjadi ekstraksi air tanah skala besar yang berakibat pada rusaknya lingkungan maupun ancaman bencana.
“Untuk itu, selain pemeliharaan bendungan lama dan pembangunan bendungan baru, perlu sebuah kebijakan pengelolaan SDA terpadu,” kata Fahira.
Baca juga: Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif
Fahira menyampaikan, kebijakan tersebut dapat dimulai dari peningkatan kinerja pengelolaan wilayah sungai dengan melakukan optimalisasi pola rencana SDA dalam jejaring air, pangan, dan energi.
Tidak hanya itu, dapat dimulai juga dari penguatan pengelolaan SDA termasuk sumber daya manusia (SDM) institusi pengelola SDA tersebut.
“Selain itu, penyusunan indeks ketahanan air untuk mencegah kemunduran kondisi air dan sumber-sumber air yang dikombinasikan dengan pemanfaatan teknologi cerdas adalah langkah terpadu yang juga harus ditempuh untuk menjamin kuantitas dan kualitas air secara berkelanjutan di Indonesia,” paparnya.