KOMPAS.com - Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Perjudian Daring Hadi Tjahjanto mengungkapkan, sedikitnya dua persen dari total pemain judi online di Indonesia berasal dari kalangan usia di bawah 10 tahun.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) itu mengatakan, jumlah anak-anak yang bermain judi online tercatat mencapai 80.000 orang.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, temuan itu menjadi alarm bahaya bahwa penetrasi judi online di Indonesia sudah sangat luar biasa dan berbahaya.
Aktivis perlindungan anak itu mengatakan, pemberantasan judi online saat ini dan ke depan harus jadi prioritas negara.
“Jumlah 80.000 anak yang terpapar judi online itu angka yang sangat besar dan harus menjadi concern negara,” katanya di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Fahira mengatakan, anak yang terpapar dan kecanduan judi online adalah korban dari lemahnya sistem yang melindungi mereka.
Baca juga: Pemerintah Segera Bentuk Satgas Judi Online, Fahira Idris Berikan Beberapa Catatan
Menurutnya, perlindungan anak dari judi online memerlukan pendekatan multidimensional yang mencakup edukasi, regulasi, teknologi, kerja sama lintas sektor, dan dukungan psikologis.
“Untuk yang terakhir (psikologis), anak-anak yang sudah terlanjur terjerat judi online memerlukan layanan konseling untuk membantu mereka pulih dari kecanduan,” ujarnya dalam siaran pers.
Dia menyebutkan, pusat konseling dan dukungan psikologis harus tersedia dan mudah diakses.
Langkah penting lain yang bisa ditempuh untuk melindungi anak dari judi online adalah penguatan kebijakan dan regulasi, terutama memblokir dan menindak platform apa pun yang masih menampilkan iklan judi online.
Fahira menegaskan, negara harus menguatkan edukasi dan kesadaran, salah satunya menghadirkan program pendidikan mengenai bahaya judi online sejak dini di sekolah.
Baca juga: Fahira Idris Usulkan 7 Strategi Komprehensif Berantas Judi Online
Menurutnya, kurikulum di sekolah harus mencakup pendidikan tentang literasi digital, etika online, dan bahaya judi online.
“Orangtua dan guru perlu juga perlu diberdayakan dengan informasi dan alat untuk mengidentifikasi tanda-tanda kecanduan judi online pada anak dan cara mencegahnya,” katanya.
Senator Jakarta itu mengatakan, workshop dan seminar reguler perlu dimasifkan agar dapat membantu meningkatkan kesadaran dan keterampilan orangtua dan guru.
Fahira menambahkan, pendekatan teknologi untuk melindungi anak juga bisa sangat efektif jika pengadaannya didukung negara.
Dia menyebutkan, orangtua dan sekolah harus didorong untuk menggunakan perangkat lunak pemblokiran dan filter konten yang dapat mencegah akses anak-anak ke situs judi online.
Teknologi tersebut juga dapat memantau dan membatasi aktivitas internet berdasarkan kategori konten yang tidak aman.
Baca juga: Menko Polhukam Sebut Situs Judi “Online” Susupi Laman-laman Pemerintah Daerah
“Sudah saatnya teknologi artificial intelligence (AI) dan machine learning untuk mendeteksi dan memblokir aktivitas judi online yang mencurigakan menjadi hal umum yang dipahami dan diterapkan orangtua,” ujarnya.
Fahira menjelaskan, teknologi tersebut efektif karena algoritma-nya dapat mengenali pola perilaku yang menunjukkan adanya aktivitas judi.
Dengan demikian, teknologi itu dapat memberikan peringatan dini kepada orangtua atau otoritas lain mulai dari sekolah dan lembaga terkait lainnya termasuk penegak hukum.