KOMPAS.com – Hari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ( UMKM) Internasional yang diperingati setiap 27 Juni menjadi pengingat akan besarnya kontribusi mereka bagi dunia.
Menurut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), UMKM memiliki peran yang besar, di antaranya menyumbang bagi 90 persen sektor bisnis, 60-70 persen bagi lapangan kerja, dan 50 persen bagi produk domestik bruto (PDB) di seluruh dunia.
Jumlah UMKM di Indonesia sendiri mencapai sekitar 65 juta. Dari jumlah tersebut, UMKM mampu mengambil peran sebanyak 61 persen bagi PDB ekonomi dan 97 persen bagi penyerapan tenaga kerja.
Menanggapi hal ini, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) dari daerah pemilihan (Dapil) Jakarta Fahira Idris menyampaikan, meski kontribusi UMKM sangat besar terhadap perekonomian Indonesia, rasio pengusaha, wirausaha, maupun entrepreneur belum dapat disebut ideal jika dibandingkan dengan populasi Indonesia.
Baca juga: Hari Anti Narkotika Internasional, Fahira Idris Paparkan 6 Upaya Berantas Peredaran NPS di Indonesia
Menurut Fahira, rasio kewirausahaan Indonesia saat ini baru mencapai 3,47 persen. Angka tersebut terbilang rendah jika dibandingkan dengan Singapura yang sudah mencapai 8,6 persen dari jumlah penduduknya yang berkisar 5.000.000 penduduk.
Bahkan, negara tetangga lainnya, seperti Malaysia dan Thailand pun sudah berada di atas 4 persen. Kemudian, negara-negara maju, layaknya Jepang, Inggris, Amerika Serikat, Jerman, Korea, dan Swiss rata rata sudah mencapai 10-12 persen.
Oleh karena itu, kata dia, menumbuhkan pelaku UMKM, khususnya anak-anak muda menjadi hal yang penting untuk dilakukan.
“Masa muda adalah masa yang paling tepat untuk mencoba memulai usaha atau menjadi pelaku UMKM. Mulailah menjadi pelaku UMKM sesuai ciri khas anak muda yaitu kreatif dan produktif atau sering disebut creativepreneur atau bisnis kreatif,” ujar Fahira dalam keterangan persnya, Jumat (27/6/2024).
Baca juga: Fahira Idris: Bidan Adalah Garda Terdepan Penanggulangan Stunting
“Saya mengajak anak muda menjadi creativepreneur atau memulai bisnis dengan mengandalkan ide kreatif, keterampilan, dan bakat,” lanjutnya.
Fahira berpendapat, creativepreneur merupakan sebuah era baru ekonomi setelah ekonomi pertanian, ekonomi industri, dan ekonomi informasi. Creativepreneur mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan, dengan sumber daya manusia (SDM) sebagai faktor produksi utamanya.
Beberapa contoh creativepreneur, di antaranya penulis buku, animator, desainer, fotografi atau videografi, content creator, kerajinan tangan, menjual produk secara online, bisnis suvenir, berjualan makanan ringan, bisnis baju bekas, dan bisnis kreatif lainnya.
Fahira melanjutkan, untuk menjadi seorang creativepreneur, seseorang harus mampu melihat peluang dari masalah yang muncul di masyarakat dan mampu membuat produk untuk mengatasi masalah tersebut sekaligus meraih keuntungan.
Baca juga: Usung La Nyalla, Nono, Elviana, dan Tamsil, Fahira Idris: DPD Butuh Banyak Terobosan
Di samping itu, creativepreneur juga harus mampu menemukan inovasi dan terobosan baru dari produk-produk yang sebelumnya telah ada.
“Di Indonesia, sangat banyak anak-anak muda kreatif yang memiliki kemampuan mengubah ide menjadi sesuatu yang dapat disukai banyak orang. Oleh karena itu, pemerintah harus jeli melihat fenomena ini,” tutur Fahira.
Ia menyebut, anak-anak muda yang memiliki keativitas harus dapat difasilitasi dari segi pembiayaan maupun pendampingan. Sehingga, ide-ide kreatif mereka dapat tumbuh dan skalanya semakin besar hingga memiliki nilai ekonomi.
“Semakin banyak creativepreneur akan berdampak besar bagi perekonomian negeri ini,” sambung Fahira.