KOMPAS.com - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) dari daerah pemilihan (dapil) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) Fahira Idris meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKJ memperhatikan hak guru honorer yang terkena kebijakan cleansing (pembersihan).
“Saya meminta Pemprov DKJ segera mengimplementasikan solusi persoalan guru honorer yang terkena kebijakan penataan ini,” ungkapnya dalam siaran pers, Selasa (23/7/2024).
Dia berharap, Pemprov DKJ menyelesaikan masalah tersebut dengan mengedepankan hak-hak para guru dengan alasan apa pun, termasuk jika pengangkatannya tidak sesuai aturan.
Adapun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelumnya menemukan kebutuhan guru honorer tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud).
Fahira mengatakan, upaya penataan tenaga honorer pada satuan pendidikan negeri di wilayah DKJ tidak bisa serta merta menghilangkan hak-hak para guru secara mendadak.
Baca juga: Heru Budi Sebut 107 Guru Honorer yang Terkena Cleansing Akan Ditugaskan di Sekolah yang Membutuhkan
Dia meminta Pemprov DKJ segera memformulasikan dan mengimplementasikan solusi, salah satunya memastikan guru honorer yang terkena kebijakan penataan masuk dalam data pokok pendidikan (dapodik).
“Selain memastikan para guru honorer ini masuk dalam dapodik, solusi lain misalnya rencana rekrutmen pegawai kontrak kerja individu,” katanya.
Fahira berharap, solusi tersebut dikawal dengan sungguh-sungguh untuk menjangkau semua guru honorer yang terdampak kebijakan penataan posisi guru.
“Saya juga berharap penggunaan istilah ‘cleansing’ atau 'pembersihan' tidak lagi digunakan untuk menggambarkan kebijakan ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, senator Jakarta itu mengatakan, apa yang terjadi di Jakarta menjadi gambaran persoalan guru honorer di Indonesia.
Baca juga: Kebijakan Cleansing Guru Honorer Dinilai Bisa Munculkan Masalah
Persoalan guru honorer bukan sekadar soal kebijakan penataan dan pemberhentian, tetapi juga terkait pendapatan, status pekerjaan, dan ketidakmerataan distribusi guru di berbagai daerah.
Meskipun guru honorer memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dengan guru aparatur sipil negara (ASN), pendapatan mereka jauh lebih rendah dan tidak stabil.
Oleh karena itu, persoalan guru honorer menjadi salah satu persoalan mendesak yang diharapkan segera ditemukan solusinya oleh pemerintah.
Fahira mencontohkan, terkait penggajian, pemerintah diharapkan menetapkan kebijakan gaji minimum untuk guru honorer yang setara dengan upah minimum regional (UMR) sebagai langkah awal untuk menjamin kesejahteraan mereka.
Selain itu, pemerintah diharapkan meningkatkan alokasi dana bantuan operasional sekolah (BOS) dengan tujuan khusus untuk memperbaiki gaji guru honorer.
Menurutnya, kesejahteraan guru honorer bisa diupayakan dengan menyediakan asuransi kesehatan, jaminan hari tua, dan tunjangan pensiun bagi guru honorer melalui kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Baca juga: Guru Honorer Jakarta yang Kena Cleansing, Bisa Daftar KKI Agustus 2024
“Kebijakan menyediakan program pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi guru honorer untuk meningkatkan kompetensi dan kualifikasi membuka peluang karier yang lebih baik, juga menjadi solusi konkret persoalan guru honorer,” jelas Fahira.