KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) memutuskan menghapus jurusan di SMA mulai tahun ajaran baru 2024/2025.
Kebijakan tersebut merupakan bagian dari penerapan Kurikulum Merdeka yang ditetapkan sebagai kurikulum nasional.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari daerah pemilihan (dapil) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) Fahira Idris berharap, penghapusan jurusan di SMA dapat berjalan dengan baik.
Pemerhati pendidikan itu juga berharap keputusan itu memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengeksplorasi potensi sambil memastikan mereka mendapatkan bimbingan yang memadai dalam menentukan masa depannya.
Menurutnya, penghapusan sistem penjurusan di SMA merupakan salah satu terobosan baik bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Baca juga: Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA Dihapus, Ini Alasan dan Penggantinya
Namun, kebijakan itu bisa menimbulkan risiko jika tidak dikelola dengan baik. Untuk itu, diperlukan strategi guna memastikan penghapusan jurusan di SMA berjalan efektif.
Fahira menyebutkan, setidaknya ada lima program yang harus mengiringi kebijakan penghapusan sistem penjurusan di SMA.
Pertama, penguatan peran guru bimbingan konseling. Senator Jakarta itu menilai, penguatan peran guru bimbingan konseling (BK) idealnya menjadi pilar utama dalam mendampingi siswa mengeksplorasi minat dan bakat.
“Peran guru konseling perlu diperluas dan ditingkatkan. Ini artinya, harus ada program pelatihan berkelanjutan untuk melatih guru BK,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu (24/7/2024).
Fahira menjelaskan, guru BK perlu berlatih terkait metode penilaian minat dan bakat siswa, kemampuan berkomunikasi efektif dengan siswa, dan teknik pembimbingan.
Baca juga: Penghapusan Jurusan di SMA Dinilai Sudah Tepat, tapi Akan Sulit Diterapkan di Sekolah
Konsekuensi lain dari kebijakan itu adalah harus ada penyesuaian jumlah guru konseling dengan jumlah siswa untuk memastikan setiap siswa mendapatkan bimbingan yang memadai.
Kedua, program orientasi dan penilaian minat-bakat. Fahira mengatakan, setiap siswa idealnya menjalani program orientasi dan penilaian minat-bakat pada awal masa SMA.
Program tersebut bertujuan memberikan gambaran awal mengenai kemampuan, minat, dan potensi siswa sehingga dapat diarahkan pada mata pelajaran yang sesuai.
Ketiga, sistem pembimbingan berkelanjutan. Fahira mengatakan, sistem pembimbingan berkelanjutan artinya pembimbingan tidak hanya diberikan pada awal masa sekolah, tetapi dilakukan secara berkelanjutan.
Dalam hal ini, guru BK akan menyediakan sesi bimbingan reguler untuk memantau perkembangan siswa dan menyesuaikan paket pelajaran sesuai dengan perkembangan minat dan bakat mereka.
Baca juga: Penghapusan Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa: Menggali Potensi Peserta Didik
Keempat, kolaborasi dengan orang tua. Menurutnya, kebijakan penghapusan jurusan tersebut akan efektif ketika mengeratkan kolaborasi dengan orangtua dan melibatkan orangtua dalam proses pengambilan keputusan pendidikan anak.
Oleh karena itu, sekolah perlu menggelar sesi konsultasi dan seminar sehingga orangtua dapat lebih memahami minat dan bakat anak serta mendukung keputusan mereka dalam memilih mata pelajaran.
Kelima, evaluasi dan penyesuaian kebijakan. Fahira mengatakan, pemerintah perlu terus melakukan evaluasi dan penyesuaian kebijakan. Evaluasi bertujuan mengidentifikasi dan mengatasi masalah yang muncul.
“Pendekatan yang fleksibel dan adaptif penting diterapkan untuk menyesuaikan kebijakan ini berdasarkan feedback dari siswa, guru, dan orangtua,” jelasnya.
Baca juga: Tercatat 80.000 Anak Main Judi Online, Fahira Idris: Ini Harus Jadi Concern Negara