KOMPAS.com - Dinamika Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta mengkhawatirkan sebagian besar warga. Pasalnya, ada potensi pilkada di Jakarta hanya diikuti satu pasangan calon atau akan melawan kotak kosong.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, saat ini di Jakarta terdapat anomali. Ini karena adanya gap atau kesenjangan yang besar antara kehendak warga dengan partai politik (parpol).
Ia mengatakan, banyak warga ingin pilkada diikuti lebih dari satu pasang calon, sedangkan sebagian besar parpol ingin pilkada hanya diikuti satu pasang calon gubernur/wakil gubernur atau diadu dengan kotak kosong.
“Parpol jangan menutup mata, hati dan telinga akan kehendak besar warga yang menginginkan Pilkada Jakarta 2024 diikuti lebih dari satu pasang kandidat. Saya mau mengingatkan bahwa parpol punya tanggung jawab mencegah kotak kosong di Pilkada Jakarta," kata Fahira Idris.
"Parpol adalah aktor utama demokrasi. Oleh karena itu, berperanlah sesuai skenario demokrasi yaitu sebagai pembawa pesan dan aspirasi masyarakat. Jika tidak, saya khawatir kotak kosong yang akan menang di Pilkada Jakarta dan ini tidak sehat bagi demokrasi kita,” ujar Fahira Idris di Jakarta, Selasa (13/8/2024), seperti dalam siaran pers yang diterima Kompas.com.
Baca juga: Kotak Kosong dan Pragmatisme Partai Politik
Menurut Senator Jakarta ini, kotak kosong walau diakomodir undang-undang (UU), jelas merugikan proses demokrasi. Mengapa?
Pertama, dengan hanya ada satu pasangan calon yang bertarung, masyarakat kehilangan pilihan nyata dalam menentukan pemimpin daerah mereka. Hal ini bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi yang mengutamakan kebebasan memilih dan keberagaman pilihan.
Demokrasi bukan sakadar pemilihan, tetapi juga memastikan bahwa setiap suara memiliki kesempatan untuk didengar dan diwakili. Ketika pilihan masyarakat dibatasi hanya pada satu calon atau "kotak kosong," demokrasi kehilangan substansinya.
Kedua, kotak kosong berpotensi menimbulkan apatisme politik di kalangan masyarakat. Pasalnya, ketika publik merasa bahwa pilihan mereka tidak diakomodir, mereka mungkin menjadi kurang tertarik untuk berpartisipasi dalam proses politik.
Hal tersebut dipastikan akan menurunkan tingkat partisipasi pemilih dan melemahkan legitimasi hasil Pilkada Jakarta 2024.
“Saya sudah turun ke warga dan bertanya soal kotak kosong dan ada arus besar yang tidak menginginkan hanya ada calon tunggal di Pilkada Jakarta 2024," kata Fahira Idris.
"Namun, saya juga yakin, parpol-parpol yang saat ini belum menentukan kandidatnya masih memiliki komitmen besar untuk terus merawat dan menumbuhkan demokrasi dengan mencegah kotak kosong,” ujar Fahira Idris.
Baca juga: Warga Jakarta Ogah Ada Kotak Kosong pada Pilkada Jakarta
Untuk diketahui, Fahira Idris terpilih kembali sebagai Anggota DPD RI pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dengan perolehan suara sebanyak 745.841 atau menempati posisi pertama.
Perolehan suara ini melampaui perolehan suara partai-partai politik di Jakarta pada Pemilu 2024, kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).#