KOMPAS.com - Setelah mendapat penolakan keras dan meluas, akhirnya aturan pendaftaran Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada) 2024 merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi ( MK).
Dalam putusan MK, terdapat perubahan ambang batas pencalonan kepala daerah, dari semula 20 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau 25 persen suara sah, menjadi rentang 6,5 persen hingga 10 persen tergantung jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di daerah.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah pemilihan (dapil) Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta Fahira Idris mengatakan, hal tersebut memiliki dampak signifikan terhadap demokrasi di tingkat lokal.
"Perubahan ini tidak hanya memberikan ruang lebih besar bagi partai politik, tetapi juga memberikan lebih banyak alternatif pilihan calon kepala daerah ( cakada) bagi rakyat di daerah," ucapnya melalui siaran pers, Jumat (23/8/2024).
Baca juga: MK Ubah Ambang Batas Pencalonan Pilkada, Fahira Idris: Sejalan dengan Semangat Reformasi
Dia menilai, salah satu dampak positif utama dari putusan ini adalah meningkatnya partisipasi politik. Dengan ambang batas yang lebih rendah, partai-partai kecil termasuk calon independen akan memiliki peluang lebih besar untuk mencalonkan diri sebagai cakada.
Aturan ini, sebut dia, menjadikan lebih banyak cakada yang dapat ditawarkan kepada pemilih, sehingga efektif meningkatkan partisipasi pemilih karena merasa preferensi politik dan ideologi mereka diwakili.
“Saya yakin Pilkada 2024 ini jauh lebih berkualitas dari gelaran pilkada sebelumnya. Putusan MK ini adalah sebuah terobosan yang sudah lama dinantikan karena memungkinkan pemilih di berbagai daerah," ucapnya.
Pasalnya, dia menuturkan, akan ada cakada yang lebih beragam, baik dari segi ideologi, latar belakang, maupun visi kepemimpinan yang lebih mencerminkan keragaman dan kebutuhan masyarakat setempat.
Baca juga: Peringatan HUT Ke-79 RI, Fahira Idris Soroti Tantangan Menuju Indonesia Emas 2045
"Makin banyak cakada, akan semakin baik bagi demokrasi kita,” ujar Fahira.
Ia melanjutkan, kebaikan lain yang sangat mungkin dihasilkan dari Putusan MK ini adalah semakin banyaknya pemimpin-pemimpin baru yang berasal dari berbagai latar belakang.
"Sehingga mengurangi dominasi oligarki dan memperkaya demokrasi di tingkat lokal. Ambang batas pencalonan yang lebih rendah juga mendorong munculnya lebih banyak kandidat dalam pemilihan kepala daerah," ungkapnya.
Di samping itu, lanjutnya, kompetisi yang lebih ketat dapat memacu para cakada untuk menawarkan program-program yang lebih inovatif dan solutif bagi permasalahan daerah.
"Dengan demikian, masyarakat dapat memilih calon yang tidak hanya populer, tetapi juga memiliki kapabilitas untuk memimpin dan membawa perubahan positif bagi daerahnya," sebutnya.
Baca juga: Soal Larangan Jilbab untuk Paskibraka, Fahira Idris: BPIP Sangat Tidak Bijak
Fahira menilai bahwa putusan MK tersebut menjadi langkah penting bagi penguatan demokrasi di tingkat lokal.
"Dengan memberikan peluang lebih besar bagi munculnya pemimpin-pemimpin alternatif, putusan MK ini bukan hanya memperkaya proses politik, tetapi juga memperkuat fondasi demokrasi lokal," ujarnya.
"Demokrasi yang sehat di tingkat lokal adalah kunci bagi terciptanya pemerintahan yang adil dan efektif di seluruh daerah di Indonesia,” sambung Fahira.
Sebagai informasi, saat ini disebutkan bahwa tahapan pendaftaran Pilkada 2024 pada 27-29 Agustus 2023 menggunakan peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang Persyaratan Pencalonan untuk Pilkada.
Baca juga: Soal Kotak Kosong di Pilkada Jakarta, Fahira Idris: Parpol Jangan Menutup Mata
Sementara, Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menyatakan, syarat usia calon kepala daerah dihitung saat pasangan calon di pilkada mendaftarkan diri, bukan saat pelantikan seperti yang diputuskan Mahkamah Agung (MA).