KOMPAS.com – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari daerah pemilihan (dapil) Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta Fahira Idris mengatakan bahwa ada tujuh dampak besar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penurunan ambang batas pencalonan kepala daerah bagi demokrasi lokal.
Pertama, diversifikasi kepemimpinan lokal. Menurutnya, ambang batas pencalonan yang lebih rendah akan semakin mengundang banyak calon dari berbagai latar belakang.
“Ini memungkinkan terjadinya diversifikasi kepemimpinan lokal, di mana lebih banyak calon dengan perspektif dan pengalaman berbeda dapat berkompetisi,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (24/8/2024).
Diversifikasi tersebut, lanjut dia, berpotensi menciptakan pemerintahan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan beragam kelompok masyarakat.
Baca juga: Mengenal Silent Majority, Kelompok Masyarakat yang Dianggap Jadi Penentu Pemilu
Fahira menyebutkan dampak kedua adalah peningkatan kualitas pemimpin daerah.
Ia menilai, penurunan ambang batas akan memperbesar peluang bagi lebih banyak kandidat untuk bertanding dalam pemilihan kepala daerah.
“Dengan lebih banyak calon yang bersaing, masing-masing kandidat akan terdorong untuk memperjelas dan memperbaiki visi, misi, serta program kerja mereka,” imbuhnya.
Hal tersebut, lanjut Fahira, diharapkan akan meningkatkan kualitas pemimpin daerah yang terpilih, karena pemilih memiliki lebih banyak pilihan untuk memilih calon yang benar-benar kompeten dan memiliki solusi konkret untuk masalah daerah.
Baca juga: KPU RI Minta KPU Daerah Pedomani Putusan MK
Dampak dari putusan MK yang ketiga, yaitu pemberdayaan partai politik kecil dan calon independen.
“Dengan penurunan ambang batas, partai kecil dan calon independen memiliki peluang lebih besar untuk bersaing. Ini dapat mengurangi dominasi partai besar dan mendorong keberagaman dalam proses demokrasi, memperkaya kompetisi politik dengan lebih banyak perspektif,” jelas Fahira.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dampak keempat dari putusan MK adalah peningkatan partisipasi politik.
Dengan lebih banyak calon yang berkompetisi, menurutnya, masyarakat lokal akan merasa lebih terlibat dalam proses pemilihan.
Baca juga: Makna Pemilihan Baju Adat Ujung Betawi oleh Jokowi, Ucapan Terima Kasih untuk Jakarta
“Rakyat akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi karena mereka merasa suara mereka memiliki dampak yang signifikan dalam menentukan pemimpin yang sesuai dengan aspirasi mereka,” imbuh Fahira.
Partisipasi politik yang lebih tinggi, lanjut dia, merupakan indikator penting dari demokrasi yang sehat dan dinamis
Selain peningkatan partisipasi, penguatan akuntabilitas dan transparansi pemerintah daerah juga menjadi salah satu dampak besar dari putusan MK.
“Kepala daerah yang terpilih dari pemilihan dengan banyak kandidat akan merasa lebih bertanggung jawab kepada konstituen mereka,” jelas Fahira.
Baca juga: Banyak Anggota DPR Dilarang Konstituen Hadiri Paripurna Pengesahan RUU Pilkada, sehingga Tak Kuorum
Untuk mempertahankan dukungan, lanjut dia, mereka harus menjalankan pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
Sementara itu, dampak keenam dari putusan MK, yakni penguatan demokrasi deliberatif.
Menurut Fahira, penurunan ambang batas akan mendorong lebih banyak kandidat untuk menawarkan berbagai visi dan program.
“Hal ini berpotensi meningkatkan dialog dan debat politik di masyarakat. Demokrasi deliberatif yang lebih kuat dapat memperkaya proses pengambilan keputusan dan memfasilitasi dialog yang lebih produktif antara calon dan pemilih,” imbuhnya.
Baca juga: Besok, PBNU Undang Cak Imin untuk Dialog
Adapun dampak terakhir dari putusan MK adalah peningkatan legitimasi pemerintah daerah (pemda).
Fahira mengungkapkan bahwa dukungan yang lebih luas dan partisipasi yang lebih tinggi dalam pemilihan kepala daerah akan memberikan mandat yang lebih jelas kepada kepala daerah.
“Mandat ini akan memperkuat legitimasi pemerintah daerah dan membantu dalam implementasi program-program yang telah dijanjikan, meningkatkan stabilitas politik di daerah,” jelasnya.
Apabila dimanfaatkan secara optimal, lanjut Fahira, semua dampak tersebut dapat memperkuat demokrasi di Indonesia secara nasional.
Baca juga: Putusan MK: Napas Baru bagi Demokrasi atau Ancaman Stabilitas Politik?
Penurunan ambang batas pencalonan tidak hanya membuka peluang bagi lebih banyak partai dan calon, tetapi juga mendorong kemajuan dalam kualitas kepemimpinan dan partisipasi politik.
Ini adalah langkah positif menuju demokrasi lokal yang lebih kuat dan efektif, dan penting untuk memastikan bahwa perubahan ini benar-benar membawa manfaat yang diharapkan.
Sebelumnya, Fahira juga mengungkapkan bahwa Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dikeluarkan berpotensi membawa perubahan signifikan dalam lanskap demokrasi lokal di Indonesia.
Perubahan tersebut, utamanya terlihat dari penurunan ambang batas pencalonan kepala daerah dari 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau 25 persen suara sah menjadi rentang 6,5 persen hingga 10 persen, tergantung pada jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di daerah.