KOMPAS.com - Tahun 2025 diprediksi akan menjadi tahun penting dalam perjalanan reformasi hukum di Indonesia.
Publik berharap bahwa tahun tersebut akan menjadi tonggak perubahan signifikan yang mampu menjawab berbagai tantangan hukum yang telah menghambat tercapainya keadilan dan kepastian hukum di Tanah Air.
Berbagai permasalahan struktural, seperti ketidakmerataan akses keadilan, lemahnya penegakan hukum, hingga pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang tidak berkelanjutan, menuntut adanya pembaruan menyeluruh. Transformasi sistem hukum nasional kini menjadi kebutuhan mendesak yang harus segera diatasi.
Menurut praktisi hukum Aldwin Rahadian, terdapat empat area strategis yang harus menjadi fokus utama reformasi hukum Indonesia pada 2025.
Baca juga: Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia
Pertama, kata dia, reformasi peradilan dan penegakan hukum. Reformasi di bidang ini harus menjadi prioritas utama, mengingat masalah integritas dan independensi dalam sistem peradilan masih menjadi isu utama.
“Salah satu langkah penting yang dilakukan adalah memperkuat peran Komisi Yudisial (KY) dalam menyeleksi hakim dan pejabat pengadilan,” ujar Aldwin yang juga menjabat Presidium Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Kongres Advokat Indonesia (KAI), dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (31/12/2024).
Selain itu, lanjut dia, keterlibatan KPK dan PPATK dalam proses verifikasi kekayaan dan transaksi keuangan hakim dapat meningkatkan transparansi dan mengurangi potensi penyalahgunaan kewenangan.
Menurut Aldwin, penggunaan teknologi informasi juga menjadi kunci penting dalam meningkatkan efisiensi dan transparansi pengadilan.
Baca juga: Hasto Tersangka KPK, Said Abdullah: Semoga Tidak Jadi Pengadilan Opini
“Selain itu, reformasi di tubuh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan kejaksaan perlu dijalankan secara bersamaan untuk memastikan sistem penegakan hukum yang bersih dan berintegritas,” imbuhnya.
Aldwin mengungkapkan strategis kedua yang harus menjadi fokus utama adalah reformasi agraria dan sumber daya alam.
Sektor tersebut menjadi prioritas karena konflik agraria dan ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam semakin mencuat dalam dekade terakhir.
“Untuk itu, program reforma agraria harus diarahkan guna mengurangi kesenjangan penguasaan tanah dan menghapuskan sisa-sisa feodalisme,” ucap Aldwin.
Baca juga: Muka Tanah Jakarta Turun 3 Meter per 10 Tahun, Konsumsi Air Tanah Biang Keladi Utama
Lebih jauh, lanjut dia, kebijakan satu peta yang bertujuan untuk menghindari tumpang tindih dalam kepemilikan lahan juga perlu diimplementasikan dengan lebih maksimal.
Dengan langkah tersebut, Aldwin berharap akan tercipta keadilan dalam penguasaan sumber daya, serta mendorong keberlanjutan ekosistem dan perlindungan terhadap lingkungan hidup.
“Untuk strategis ketiga yang harus menjadi fokus utama pada 2025 adalah pencegahan dan pemberantasan korupsi,” jelasnya.
Menurut Aldwin, korupsi tetap menjadi tantangan besar yang harus dihadapi Indonesia dalam menuju sistem hukum yang lebih baik.
Baca juga: Pengamat Soroti Sistem Hukum Indonesia Alami Kemunduran, Hanya Jadi Alat Penguasa
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang terus menurun mencerminkan lemahnya penegakan hukum, sehingga pemberantasan korupsi harus menjadi perhatian utama di 2025.
“KPK sebagai lembaga yang berada di garis depan pemberantasan korupsi perlu diperkuat, baik dari sisi regulasi maupun independensi kelembagaannya,” ucap Aldwin.
Ia mengatakan bahwa pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset menjadi langkah mendesak untuk mengurangi insentif bagi koruptor dan memulihkan kerugian negara.
Tak hanya itu, sebut Aldwin, pendidikan antikorupsi di tingkat masyarakat harus digalakkan untuk membangun budaya kejujuran.
Baca juga: Pembatalan Pameran Lukisan Yos Suprapto: Kejujuran Itu Menakutkan
Adapun reformasi perundang-undangan menjadi strategi keempat yang harus menjadi prioritas pada 2025.
“Sistem pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia selama ini sering kali terkesan terburu-buru, tertutup, dan minim partisipasi publik,” jelas Aldwin.
Oleh karena itu, reformasi perundang-undangan menjadi hal yang sangat penting.
Salah satu langkah konkret yang perlu dilakukan adalah merevisi Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Revisi ini diharapkan dapat memastikan proses pembentukan peraturan lebih terbuka, inklusif, dan melibatkan masyarakat secara bermakna.
Baca juga: MKGR Yakin Prabowo Ambil Langkah jika PPN 12 Persen Beratkan Masyarakat
“Partisipasi publik yang efektif akan menjamin kualitas aturan yang dihasilkan, sekaligus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap hukum,” ucap Aldwin.
Ia menegaskan bahwa dengan pendekatan holistik terhadap reformasi di empat sektor tersebut, Indonesia dapat memperkuat supremasi hukum yang tidak hanya transparan, akuntabel, tetapi juga adil.
Perubahan sistem hukum yang terintegrasi ini diharapkan dapat memberikan dampak yang luas, mulai dari perlindungan hak-hak masyarakat, pengelolaan sumber daya alam yang adil, hingga penguatan institusi hukum yang bersih dan profesional.
Baca juga: Pemenuhan dan Peningkatan Kualitas Guru Profesional, Ujung Tombak Pendidikan Indonesia
Reformasi hukum ini adalah langkah strategis untuk mewujudkan cita-cita keadilan sosial dan menjamin keberlanjutan pembangunan nasional.
Oleh karena itu, reformasi hukum harus menjadi prioritas utama bagi pemerintahan Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto pada 2025.