KOMPAS.com - Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, masih terdapat sejumlah permasalahan yang berulang antara pemerintah pusat dan daerah.
Salah satunya adalah dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Kerangka Ekonomi Makro serta Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) yang akan menjadi dasar penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( RAPBN).
Permasalah itu, antara lain ketidaksesuaian antara prioritas pusat dan daerah, kendala anggaran, keterlambatan perencanaan, serta lemahnya koordinasi antarinstansi.
Fahira mengatakan, pemerintah pusat dan daerah perlu perencanaan pembangunan serta kebijakan fiskal yang lebih responsif dan inklusif.
“Artinya, pembangunan tidak bersifat top-down semata, tetapi juga mengakomodasi prioritas lokal, sejalan dengan semangat otonomi daerah dan pembangunan yang inklusif,” ujarnya dalam siaran pers, Kamis (17/4/2025).
Baca juga: Direktur IT Bank DKI Dipecat, Ini 6 Rekomendasi Fahira Idris Terkait Manajemen IT
Dia mengatakan itu dalam Diskusi Kelompok Terarah/FGD Inventarisasi Materi Penyusunan Rekomendasi DPD RI terhadap RKP Tahun 2026 dan Pertimbangan terhadap KEM-PPKF dalam RAPBN TA 2026 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas, Padang (17/4/2025).
Menanggapi berbagai masalah itu, Fahira merekomendasikan lima langkah strategis yang bisa ditempuh agar perencanaan pembangunan serta kebijakan fiskal lebih responsif dan inklusif.
Pertama, penguatan sinkronisasi RKP-RKPD yang dilandasi kesenjangan antara RKP dan RKPD yang masih menjadi hambatan dalam efisiensi pembangunan.
“Untuk itu, RKP perlu disusun lebih awal dengan melibatkan pemangku kepentingan daerah sejak awal agar prioritas nasional selaras dengan kebutuhan lokal,” jelasnya.
Selain itu, diperlukan platform digital terintegrasi pusat-daerah untuk koordinasi dan pemantauan pembangunan secara real-time dan berbasis data.
Baca juga: Fahira Idris: Dugaan Pemerkosaan oleh Dokter PPDS Kejahatan Luar Biasa
Kedua, penyesuaian skema Transfer ke Daerah (TKD). Fahira menilai, skema TKD perlu direvisi menjadi lebih fleksibel dan berbasis kebutuhan aktual.
“Penyesuaian ini diharapkan menekankan pendekatan bottom-up dalam perencanaan anggaran,” ungkapnya.
Selain itu, TKD yang lebih fleksibel dapat membuat penguatan Dana Insentif Daerah (DID) yang didasarkan pada kinerja nyata dan inovasi kebijakan daerah, termasuk di bidang pelayanan publik, digitalisasi, dan pembangunan berkelanjutan.
Ketiga, peningkatan kapasitas perencanaan daerah. Fahira menyampaikan, masih terdapat ketimpangan kapasitas teknis antar daerah dalam menyusun perencanaan.
Untuk itu, diperlukan program pelatihan dan pendampingan teknis yang melibatkan perguruan tinggi dan institusi riset lokal, khususnya bagi daerah dengan kapasitas terbatas.
Baca juga: Fahira Idris Rekomendasikan 5 Pengendalian Inflasi untuk BPS DKI Jakarta
Kolaborasi antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan lembaga riset juga perlu mendapatkan insentif guna membangun ekosistem pengetahuan lokal dan memperkuat kebijakan berbasis bukti.
Keempat, penajaman proyeksi ekonomi dan skenario kebijakan diperlukan untuk menghadapi ketidakpastian global.
Itu berarti, kata Fahira, KEM-PPKF perlu disusun dengan skenario alternatif yang mencakup risiko seperti gejolak geopolitik, perubahan iklim, dan fluktuasi harga komoditas.
“Proyeksi ekonomi juga harus mempertimbangkan karakteristik sektoral daerah, khususnya yang bergantung pada sektor seperti pertanian dan pariwisata agar kebijakan fiskal lebih kontekstual dan responsif,” jelasnya.
Kelima, mekanisme partisipasi publik dalam penyusunan KEM-PPKF. Fahira menekankan pentingnya KEM-PPKF disusun secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat sipil, akademisi, pelaku usaha, dan perwakilan daerah secara sistemik dan berkelanjutan.
Baca juga: Hari Anak Balita Nasional, Fahira Idris Minta Pemerintah Perhatikan Gizi hingga Layanan Dasar
“Masukan dari daerah harus diakomodasi secara formal dan terdokumentasi agar kebijakan fiskal nasional menjadi lebih inklusif, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan nyata masyarakat,” papar Fahira.