KOMPAS.com – Ketua DPD I Partai Golkar Sulawesi Selatan, Nurdin Halid, mengatakan musyawarah untuk mufakat dalam memilih ketua umum bukan hal tabu di Partai Golkar.
Sesuai aturan dalam Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar, imbuh dia, aklamasi memang dimungkinkan.
“Syaratnya adalah seorang bakal calon yang maju harus mampu mengumpulkan surat dukungan Sebanyak 50 persen plus 1. Jika sudah demikian maka calon tersebut sudah layak untuk dinyatakan sebagai ketua umum secara aklamasi,” kata Nurdin dalam pernyataan tertulis, Rabu (13/11/2019).
Dari sejumlah bakal calon, Nurdin melihat Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto sudah melakukan sejumlah sosialisasi untuk mendapatkan dukungan anggota.
Baca juga: Meutya Hafid: Golkar Dorong Munas Capai Musyawarah Mufakat
“Jika beliau mampu mengumpulkan syarat tersebut, maka saya yakin beliau pasti terpilih kembali,” kata mantan Ketua Umum PSSI tersebut.
Menurut dia, aturan serupa juga berlaku di organisasi lain. Nurdin pun mencontohkan saat pelaksanaan Munas Dewan Koperasi (Dekopin) Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (13/11/2019).
"Kalau di sini bisa aklamasi (Munas Dekopin) kenapa di Golkar tidak bisa aklamasi," ujarnya.
Ia pun menilai, manuver sejumlah calon yang juga menginginkan untuk maju di Munas Partai Golkar masih dalam taraf wajar.
“Silahkan saja, siapa pun kader Golkar yang memenuhi syarat untuk maju. Tentunya juga harus memiliki dukungan yang diperlukan. Tapi kalau nanti sudah ada bakal calon yang sudah mengumpulkan dukungan 50 persen plus 1 maka dia yang bisa menang,” kata dia.
Meski pun demikian, Nurdin menilai usaha untuk mengumpulkan surat dukungan hingga 50 persen plus 1 bukan perkara gampang.
“Itu sulit, namun bukan tidak mungkin. Tinggal sekarang bagaimana usahanya mewujudkan itu,” ucap Nurdin.
Ia berpendapat, butuh usaha sangat keras agar bisa memenuhi persyaratan agar menang aklamasi tersebut.
Selain konsolidasi yang kuat, lanjut dia, bakal calon ketua harus memiliki visi dan misi besar yang bisa diterima oleh para anggota yang memiliki hak suara di Munas Golkar.
Kerasnya persaingan itu, imbuh Nurdin, berpotensi menimbulkan konflik antar bakal calon ketua.
"Politik itu dinamis, sikut menyikut dalam politik itu hal normal begitupun saling mengklaim. Itulah dinamikanya partai politik, kalau tidak begitu, tidak dinamis namanya. Intinya, pasti berujung pada putusan semuanya dan stakeholdernya pasti menerima itu," ucapnya.
Nurdin juga mengingatkan, seluruh kader Golkar mesti menjunjung demokrasi dalam memilih ketua umum.
"Boleh saja bersaing, tapi demokrasi Pancasila harus mewarnai demokrasi dari pada kehidupan partai politik. Golkar paling pengalaman soal itu," katanya.