JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan memperkirakan perkubuan jelang Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar tidak akan melebar.
Pasalnya, dua bakal calon Ketua Umum Partai Golkar yakni Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo (Bamsoet) sama-sama mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Keduanya punya hubungan yang baik secara formal maupun informal dengan presiden. Kalau pun situasinya menjadi genting, mereka bertiga akan duduk bersama, Pak Jokowi, Pak Airlangga, Pak Bamsoet,” ujar Djayadi di Jenggala Center, Selasa (19/11/2019).
Ia menambahkan, pertemuan tiga pihak itu bisa saja terjadi sebelum Munas Partai Golkar digelar.
Baca juga: Munas Golkar, Pujian Jokowi Menguatkan Posisi Airlangga Hartarto
Sebelumnya, Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar telah menetapkan Munas Golkar digelar pada 3 hingga 6 Desember 2019 di Jakarta.
Salah satu agenda munas tersebut adalah pemilihan Ketua Umum Partai Golkar 2019-2024.
“Penentuan Ketua Umum Golkar tergantung perkembangan dinamika di internal Golkar hingga menit-menit terakhir,” ujarnya.
Djayadi pun menjelaskan, baik Airlangga maupun Bamsoet sama-sama memiliki peluang untuk terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Tak cuma itu, kedua tokoh menghadapi tantangan yang berbeda satu sama lain.
“Bamsoet menghadapi tantangan ada kesan bahwa istana lebih dekat dengan Airlangga. Sementara itu, Airlangga punya tantangan adanya narasi memimpin Golkar perlu perhatian penuh,” kata dia.
Airlangga, ia melanjutkan, memang memikul tanggung jawab berat sebagai Menko Perekonomian.
Mantan Menteri Perindustrian itu, imbuh dia, memiliki tanggung jawab menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah persoalan ekonomi global.
“Dua-duanya punya peluang, tapi kalau lihat tradisi di Golkar, memang yang lebih dekat dengan presiden yang punya peluang lebih banyak terpilih,” ujarnya.
Ia menilai, Airlangga memiliki kedekatan politik dengan Presiden Jokowi karena saat ini berada di Kabinet Indonesia Maju.
Tak cukup kedekatan dalam konteks hubungan formal, ia menambahkan, kunci sukses calon Ketua Umum Partai Golkar perlu punya kedekatan personal dengan presiden.
“Tentu presiden ingin berkoalisi dengan tokoh yang cocok secara personal dan profesional,” katanya.
Djayadi berpendapat, jabatan Menko Perekonomian yang diemban Airlangga menjadi salah satu tanda Presiden Jokowi percaya dengan politisi Golkar tersebut.
“Dengan tugas yang cukup berat itu, presiden punya keyakinan untuk mendelegasikan perekonomian Indonesia kepada Airlangga. Itu indikator bahwa presiden cukup dekat dengan Airlangga,” ucapnya.
Namun demikian, tim pemenangan Airlangga tak boleh lengah dengan narasi yang digulirkan tim pendukung Bamsoet.
Apalagi, Bamsoet yang menjabat Ketua MPR fokus mengurus bidang politik. Kondisi itu, imbuh dia, tentu berbeda dengan Airlangga yang mesti mengeksekusi kebijakan di bidang ekonomi.
“Timses masing-masing calon mesti mampu mengkomunikasikan pada pemilik suara, pada pengurus tingkat daerah dan ormas-ormas Golkar,” kata dia.
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yudha, menambahkan dinamika menjelang Munas Golkar memang menarik.
Faktor personal menjadi salah satu penentu kemenangan dalam pemilihan Ketua Umum Partai Golkar.
“Yang bisa jadi Ketua Umum Golkar adalah orang yang punya kompetensi dan kapasitas personal yang kuat,” katanya.
Modal kedua yang tak kalah penting, ia melanjutkan, yakni jaringan ke elit-elit partai, seperti para tokoh senior Partai Golkar.
Selain itu, calon Ketua Umum Golkar pun harus memiliki jejaring yang sangat kuat ke pengurus daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Hanta mengatakan, calon ketua umum partai berlambang pohon beringin perlu memiliki modal kapital untuk bisa memimpin partai selama 5 tahun ke depan.
“Yang paling penting, modal presidensial. Calon mesti memiliki kedekatan dengan mendapat restu atau sinyal dari kekuasaan,” katanya.
Soal penentuan Ketua Umum Golkar, ia melanjutkan, bisa saja dilakukan secara terbuka yakni dengan pemungutan suara.
Meski demikian, tak tertutup kemungkinan pemilihan ketua partai dilakukan berdasarkan aklamasi.
“Kalau ternyata harus terbuka, maka kedua tokoh ingin menunjukkan pro dan dekat dengan pemerintah. Nah, keduanya sama-sama pendukung pemerintah, jadi mana yang lebih dekat itu yang akan menang,” ujar dia.
Politisi Senior Partai Golkar, Fahmi Idris, mengatakan Airlangga dan Bamsoet sama-sama memiliki konsep dan kemampuan untuk memajukan Golkar.
Ia tak menampik bahwa tokoh yang memiliki kedekatan dengan presiden berpeluang lebih besar untuk terpilih sebagai pemimpin partai politik.
“Pada umumnya siapa saja, bukan hanya di Golkar, tapi di partai manapun, calon-calon ketua kalau cukup dekat dengan presiden, itu punya kesempatan untuk menang,” katanya.
Fahmi mengaku tidak setuju dengan jalan aklamasi dalam menentukan Ketua Umum Partai Golkar 2019-2024.
“Biarkan saja siapa memilih calonnya dan bebas saja. Saya yang kurang setuju tapi kan saya tidak bisa menentang,” ujar dia.