KOMPAS.com – Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Fadhil Hasan mengatakan, Covid-19 diperkirakan mempercepat fenomena otomatisasi dalam proses produksi, digitalisasi dalam transaksi pembayaran dan kegiatan perdagangan.
Pasalnya, fenomena otomatisasi sejalan dengan norma baru yang timbul akibat pandemi Covid-19, yaitu menjaga jarak secara fisik (physical distancing) guna mencegah penularan virus yang belum ditemukan vaksinnya ini.
Fadhil Hasan juga menyebut, normal baru dalam kegiatan ekonomi akan semakin cepat berlangsung karena adanya efisiensi.
“Akan semakin banyak tenaga kerja manusia yang bisa digantikan secara mudah oleh robot,” ungkapnya seperti keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (17/6/2020).
Dari sisi sosial, Fadhil menilai, penggunaan robot relatif tidak menimbulkan dampak negatif pada aspek sosial, khususnya terkait hubungan industrial antara pemilik atau manajemen dan karyawan.
Baca juga: Indef: Validasi Data Penerima Bansos Harusnya Sejak Awal
Sebab, adanya efisiensi berbasis otomatisasi membuat berbagai persoalan ketenagakerjaan seperti demonstrasi yang menuntut kenaikan upah bisa diminimalkan.
Tak hanya itu, proses digitalisasi dalam sistem pembayaran akan mengenyahkan berbagai kegiatan ekonomi yang selama ini ditangani manusia dalam dunia perbankan dan lembaga keuangan.
Menurutnya, lembaga keuangan seperti bank akan tetap ada tapi banker mungkin tidak diperlukan lagi.
Secara bertahap, transaksi jual beli dan perdagangan online akan menghilangkan pasar yang selama ini dikenal sebagai tempat tukar menukar dan jual beli.
“Benar bahwa proses ini akan berjalan secara bertahap, namun adanya pandemi Covid-19 diperkirakan akan mempercepat proses ini,” jelasnya.
Baca juga: Indef Perkirakan 40 Juta Orang Bakal Jatuh Miskin akibat Pagebluk Corona
Selain dipercepat Covid-19, fenomena ini juga terjadi seiring dengan kemajuan teknologi informasi, penggunaan internet dan kepintaran buatan (AI).
Bahkan, terang Fadhil, sebelum Covid-19 merebak, pendiri Ali Baba Jack Ma dalam diskusi di Forum Ekonomi Dunia menyatakan, 85 persen bisnis akan berbentuk e-commerce dan 99 persen kegiatan perdagangan akan dilakukan secara online.
Selain itu, skala usaha kecil dan menengah akan mendominasi kegiatan usaha sebesar 80 persen dan akan mengglobal pada 2030.
Untuk itu, dia pun menyebut pandemi Covid-19 ini bisa menjadi disrupsi positif yang memaksa manusia mengevaluasi tatanan kehidupan sosial dan ekonomi yang selama ini berlangsung.
Baca juga: Peneliti Indef: PSBB di Daerah yang Sektor Informalnya Besar Cenderung Tak Efektif
Sebab, dampak pandemi juga dapat memaksa manusia untuk mengarah pada tatanan normal baru yang diharapkan mampu meminimalkan dampak negatif tatanan kehidupan lama.
Seturut dengan itu, Fadhil juga mempertanyakan, bagaimana nasib para pekerja yang tersingkir dari transformasi dalam proses produksi tersebut.
“Akankah mereka yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat Covid-19 sekarang bisa kembali mendapatkan pekerjaannya dalam tatanan normal baru pasca Covid-19?” tanyanya.
Fadhil menyatakan, Pandemi Covid-19 memicu terjadinya peningkatan jumlah pengangguran terbuka.
Baca juga: Politisi Golkar: Jakarta Harus Siap Masuk Fase New Normal, Jangan Sampai Pandemi Ekonomi
Hal itu dapat dilihat dari laporan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) yang mencatat terdapat sekitar 6 juta karyawan yang dirumahkan dan/atau terkena PHK.
Dengan demikian kini jumlah pengangguran terbuka berjumlah 13 juta orang 10 persen.
Itu berarti, sebut Fadhil, fase normal baru yang diharapkan akan menggerakkan perekonomian belum tentu mampu menjawab persoalan pengangguran di tengah pandemi.
“Tidak ada jaminan para pekerja yang terkena PHK atau dirumahkan akan mendapat pekerjaannya kembali,” ungkapnya.
Dia pun menjelaskan, ada beberapa sektor kegiatan usaha yang dalam waktu dekat tidak dapat beroperasi karena lamanya pemulihan yang dibutuhkan.
Baca juga: Partai Golkar Dukung Pemberlakuan New Normal
Sementara itu, sektor-sektor yang bisa beroperasi akan menerapkan protokol kesehatan sehingga tidak akan bekerja dalam kapasitas semula.
Lalu, banyak pula perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan menyebabkan mereka belum tentu bisa beroperasi normal. Terlebih, jika tidak mendapatkan bantuan likuiditas dari pemerintah.
Dia pun menyebut, hal tersebut berjalan bersama dengan potensi pergeseran tren baru ke arah automatisai dan digitalisasi dalam jangka menengah, sehingga membuat nasib para pekerja menjadi tidak menentu pada era normal baru.
“Benar, akan ada lapangan kerja baru yang tercipta, namun demikian, lapangan kerja baru belum bisa diketahui secara persis jenis dan jumlahnya,” jelasnya.
Baca juga: Wasekjen DPP Golkar: Kartu Prakerja Beri Peluang Peningkatan Keterampilan
Guna menghadapi hal tersebut, Fadhil menyebut perlunya kebijakan dan program pendidikan dan pelatihan kerja yang berkesinambungan bagi mereka yang menganggur dan terkena PHK/dirumahkan.
Hal ini dibutuhkan bagi mereka agar dapat dengan tatanan normal baru dalam dunia ketenagakerjaan.
“Dalam konteks ini program Kartu Prakerja yang sekarang sedang dijalankan dapat menjadi bagian dari model pelatihan guna menghadapi tatanan normal baru,” terangnya.
Menurutnya, model pelatihan yang mengandalkan proses digitalisasi dari awal sampai akhir diharapkan dapat menjadi jawaban bagi tenaga kerja agar sesuai dengan tuntutan era pascapandemi Covid-19.
Baca juga: 7 Pekerjaan Ini Jadi Populer Setelah Pandemi Covid-19
Untuk itu, sistem pendidikan dan pelatihan pun harus disesuaikan dengan tuntutan tatanan normal baru di mana physical distancing menjadi norma utama.
“Saat ini sudah banyak universitas di luar negeri yang secara bertahap mengalihkan kegiatan perkuliahan melalui online classroom,” tuturnya.
Maka dari itu, dia pun menyebut, ekosistem pendidikan dan pelatihan, infrastruktur teknologi informasi, akses internet yang andal serta berkualitas menjadi prasyarat utama bagi terlaksananya model pelatihan yang efektif dan efisien.