KOMPAS.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan, sejauh ini Indonesia sudah mengalami krisis sebanyak 3 kali, yaitu pada 1998, 2004-2005, dan 2008. Krisis tersebut disebabkan dan diselesaikan dengan cara yang berbeda-beda.
Kini, Indonesia kembali mengalami krisis karena pandemi Covid-19. Menurut Airlangga, krisis kali ini menyerang human capital serta supply dan demand shock, yang berdampak pada penurunan ekonomi, peningkatan pengangguran, dan kenaikan kemiskinan.
Airlangga pun memprediksi, pada kuartal II 2020, pertumbuhan ekonomi mengalami minus. Ini karena penerapan pembatasan sosial berskala nasional (PSBB) yang menyebabkan perekonomian lumpuh sementara.
Baca juga: Ekonomi RI Diprediksi Terkontraksi 5,1 Persen di Kuartal II 2020
Airlangga berharap, minus tersebut tidak terulang pada kuartal III dan IV, yang termasuk pada akhir tahun.
Untuk mencapai hal tersebut, Airlangga melanjutkan, pemerintah melakukan beberapa upaya antara lain program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), exit strategy atau pembukaan ekonomi secara bertahap menuju tatanan normal baru, serta reset dan transformasi ekonomi.
Di luar rencana itu, Airlangga mengatakan, saat ini pemerintah juga berupaya menumbuhkan perekonomian melalui sektor yang tidak terlalu terdampak dan masih berada pada kondisi positif, seperti makanan, minuman, rokok dan tembakau, batu bara, farmasi dan kesehatan, serta kelapa sawit.
Meski begitu, pada 2020 pemerintah masih memprioritaskan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Baca juga: UMKM Jadi Prioritas Ekspansi Kredit Rp 90 Triliun Bank Himbara
“Pemerintah telah menyiapkan dana untuk subsidi Kredit Usaha Rakyat (KUR) UMKM. Hingga Minggu (31/5/2020), sudah ada 1.449.570 debitur yang mendapat tambahan subsidi bunga KUR,” kata Airlangga, dalam diskusi Pemulihan Ekonomi Indonesia yang digelar melalui Zoom, Jumat (3/7/2020).
Airlangga menambahkan, saat ini pemerintah juga tengah melakukan upaya peningkatan ekonomi melalui urban development.
Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan demand semen, baja, kabel, dan kebutuhan lainnya, yang nantinya akan memberikan multiplier effect pada perekonomian nasional.
Penulis buku “Jokowi Mewujudkan Mimpi Indonesia” Darmawan Prasodjo yang juga hadir dalam diskusi lewat Zoom itu, menyetujui upaya yang dikatakan Airlangga.
Menurutnya, saat ini ujung tombak perekonomian Indonesia terdapat pada integrasi dan konektivitas.
Buktinya, penjualan tenaga listrik di Provinsi Lampung tumbuh 10,08 persen setelah jalan tol di Sumatera dibangun.
Sementara itu, Rektor Universitas Indonesia sekaligus pengamat ekonomi Ari Kuncoro mengatakan, langkah yang diambil pemerintah sudah tepat. Hanya saja belum maksimal.
Baca juga: Periode Transisi Normal Baru, Lalin di Jalan Tol Meningkat
Ari memaparkan, perekonomian adalah pertemuan antara produksi dan permintaan. Namun karena Covid-19 mengurangi pertemuan fisik, maka produksi dan permintaan pun berkurang. Maka dari itu, dibutuhkan pihak yang mengetahui kondisi lapangan.
“Dibutuhkan pihak yang memahami kebutuhan konsumen, bisa Kementerian BUMN atau Kementerian Desa, Pembangungan Daerah Tertinggal, dan Imigrasi. Mereka tahu pemetaan,” kata Ari.
Ari mencontohkan, pada kuartal III ini sektor pertanian dalam kondisi baik. Pemerintah pun harus melihat hal tersebut dan menghubungkannya dengan kebutuhan masyarakat.
“Dapat dilihat saat ini masyarakat belum membutuhkan barang elektronik atau manufaktur. Permintaannya berada pada kebutuhan basic seperti pangan,” kata Ari.
Baca juga: Pemerintah: Vaksin Covid-19 Belum Ditemukan, Kehidupan Belum Normal Seperti Dulu
Meski begitu, Ari mengatakan, yang bisa memutus mata rantai Covid-19 dan menjadi penyelamat perekonomian Indonesia adalah vaksin.
“Harus ada kesabaran, serta konsep buka tutup hingga vaksin ditemukan,” kata Ari.
Senada dengan Ari, Airlangga pun mengatakan hal serupa. Maka dari itu, saat ini pemerintah telah menyediakan super tax deduction untuk kegiatan penelitian dan pengembangan.
“Siapa pun yang menemukan vaksin, Indonesia berharap dapat melakukan co-production secepatnya,” kata Airlangga.