KOMPAS.com - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Lamhot Sinaga merespons pernyataan calon presiden ( capres) Ganjar Pranowo soal transisi energi.
Sebelumnya, Ganjar mengatakan, transisi energi tidak bisa dilakukan secara gegabah. Transisi energi di Indonesia harus mengikuti peta jalan atau roadmap yang sudah ditetapkan.
Merespons itu, Lamhot Sinaga mengatakan bahwa Ganjar tidak memahami roadmap transisi energi Indonesia yang sudah ada.
"Seorang capres (Ganjar) ternyata tidak memahami roadmap transisi energi Indonesia yang sudah ada. Bagaimana mungkin program pemerintah akan berkelanjutan kalau ternyata tidak memahami program pemerintah saat ini, ” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (10/11/2023).
Baca juga: Ganjar: Hilirisasi Seolah-olah Hanya Nikel, Pemahamannya Belum Tuntas
Lamhot menyebutkan, pemerintah sudah merencanakan transisi energi yang dilakukan secara bertahap (gradual) sesuai Paris Agreement.
Perlu diketahui, bauran energi Indonesia saat ini baru mencapai 12,5 persen. Pada 2030, bauran energi ditargetkan minimal mencapai 30 persen. Pada 2050, transisi energi dimulai sampai 2060 untuk mencapai target Nez Zero Emission (NZE).
“Bagaimana implementasinya? Pemakaian batu bara dan energi fosil secara bertahap dikurangi. Setiap tahun harus ada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang harus dipensiunkan,” jelasnya.
Politisi Partai Golongan Karya ( Golkar) itu menambahkan, penggunaan bahan bakar minyak (BBM) fosil untuk kendaraan akan dikurangi secara bertahap.
Baca juga: Golkar Pilih Ajak Debat Konstruktif daripada Buka Kejelekan Bakal Capres-Cawapres Lain
Pengurangan itu akan dibarengi dengan program akselerasi pemakaian mobil listrik dan motor listrik (EV), dengan berbagai insentif yang sudah dan akan diberikan pemerintah.
“Bahkan, saat ini Komisi VII DPR bersama pemerintah sudah pada tahap merampungkan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) yang ditargetkan menjadi UU EBET pada 2024," tuturnya.