Said Abdullah Paparkan Tantangan dan Strategi Menuju Visi Indonesia Emas 2045

Kompas.com - 23/08/2024, 17:23 WIB
Dwi NH,
A P Sari

Tim Redaksi

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Bidang Perekonomian Said Abdullah.DOK. Istimewa Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Bidang Perekonomian Said Abdullah.

KOMPAS.com – Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Bidang Perekonomian Said Abdullah memaparkan beberapa tantangan dan strategi yang harus dihadapi untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.

Tantangan pertama, yakni pertumbuhan ekonomi dan ketergantungan pada konsumsi rumah tangga.

“Saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,05 persen, sedangkan target yang ditetapkan adalah 5,7 persen,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (23/8/2024).

Said mencatat bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang menurun, dari rata-rata 5,12 persen pada periode 2011-2019 menjadi 4,82 persen pada kuartal II-2024, menjadi salah satu penyebab utama.

Baca juga: INFOGRAFIK: Cek Fakta Klaim Jokowi Terkait Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Timur

Menurutnya, apabila pertumbuhan ekonomi nasional hanya bergantung pada konsumsi rumah tangga, target pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 5,7 persen yang ditetapkan dalam Visi Indonesia Emas 2045 akan sangat sulit terwujud.

“Tanpa adanya terobosan signifikan, pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan akan terbatas pada maksimum 5,0 persen dalam lima tahun ke depan,” imbuhnya.

Said mengungkapkan bahwa tantangan kedua adalah daya beli dan volatilitas harga komoditas.

Daya beli rumah tangga, kata dia, berpotensi terus terganggu akibat volatilitas harga komoditas pangan dan energi yang semakin meningkat setiap tahun.

Baca juga: Pertanian Organik Jadi Kunci Ketahanan Pangan, tapi Hadapi Banyak Tantangan

“Pada 2023, ekspor hasil pertanian Indonesia mencapai 6,5 miliar dollar Amerika Serikat (AS), sementara impornya mencapai 11,59 miliar dollar AS, yang mengakibatkan defisit impor hasil pertanian sebesar 5,0 miliar dollar AS,” jelas Said.

Selain itu, lanjut dia, defisit impor minyak mentah mencapai 39,2 miliar dollar AS dalam periode 2015-2023.

Hal itu terjadi karena impor minyak mentah sebesar 69,3 miliar dollar AS tidak diimbangi dengan ekspor yang hanya 30,1 miliar dollar AS.

“Defisit juga terlihat dalam sektor minyak, di mana nilai impor mencapai 165,2 miliar dollar AS, sementara ekspor hanya 17,9 miliar dollar AS, menghasilkan defisit besar sebesar 147,3 miliar dollar AS,” imbuh Said.

Baca juga: Rupiah Melemah ke Rp 15.600 per Dollar AS, Imbas Dinamika Politik?

Ia menilai bahwa inflasi pangan dan energi yang tinggi menjadi faktor utama penurunan daya beli rumah tangga, sementara kapasitas subsidi fiskal terbatas. Gangguan daya beli ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi nasional ke depan.

Adapun tantangan ketiga, yaitu investasi dan struktur ekonomi. Meskipun kontribusi investasi terhadap PDB mencapai 29,3 persen pada 2023, angka ini masih rendah dibandingkan dengan periode sebelum pandemi Covid-19, yang mencapai 32,35 persen.

“Besarnya investasi yang ada saat ini belum cukup untuk mengakomodasi pertumbuhan angkatan kerja yang terus meningkat. Ini disebabkan oleh dominasi investasi di sektor bangunan, sementara investasi dalam mesin, kekayaan intelektual, dan teknologi baru masih sangat minim,” jelasnya.

Baca juga: Jokowi Terapkan Syarat Baru bagi Tenaga Kerja Asing di IKN, Apa Saja?

Akibatnya, lanjut Said, profil investasi di Indonesia tidak selaras dengan kebutuhan tenaga kerja dan tidak cukup mendorong perputaran ekonomi secara efektif serta merata.

Selain itu, investasi yang ada tidak cukup mengubah struktur ekonomi, karena masih terfokus pada sektor komoditas dan belum cukup mendorong pengembangan sektor manufaktur.

“Padahal, sektor manufaktur sangat penting untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam rantai pasok global,” tutur Said.

Tantangan selanjutnya yang harus dihadapi adalah pertumbuhan industri pengolahan.

Baca juga: Kolaborasi Pendidikan dan Industri, Kunci Hadapi Tantangan Green Jobs di Era Ekonomi Berkelanjutan

Said mengungkapkan bahwa sejak 2011, pertumbuhan industri pengolahan di Indonesia telah jauh di bawah pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nasional.

Selama periode tersebut, kata dia, pertumbuhan PDB berkisar antara 5 hingga 6 persen, sementara pertumbuhan industri pengolahan hanya antara 3 hingga 4 persen.

“Akibatnya, porsi industri pengolahan terhadap PDB menurun dari 21,7 persen pada tahun 2011 menjadi hanya 18,2 persen pada kuartal II-2024,” tutur Said.

Selain itu, lanjut dia, struktur industri pengolahan di Indonesia saat ini didominasi oleh sektor makanan dan minuman yang terutama mendukung konsumsi rumah tangga.

Baca juga: Apa yang Terjadi jika Minum Minuman Elektrolit Setiap Hari?

Sementara itu, industri berteknologi tinggi mengalami pertumbuhan yang sangat lambat.

“Situasi tersebut menunjukkan adanya tantangan deindustrialisasi yang serius, padahal sektor industri sangat penting untuk mendorong peralihan Indonesia menuju status negara berpendapatan tinggi,” imbuh Said.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tantangan yang harus dihadapi adalah sektor maritim. Sektor ini meliputi energi, keanekaragaman hayati, pariwisata, pendidikan, dan makanan.

Said mengungkapkan bahwa sektor maritim saat ini masih didominasi oleh sektor perikanan, dengan perikanan tangkap dan budi daya sebagai fokus utama.

Baca juga: Budi Daya Udang Berkelanjutan Lebih Produktif, Percepat Siklus Panen

“Belum terlihat adanya pengembangan hilirisasi di sektor perikanan, dan sektor-sektor maritim lainnya juga belum dikembangkan secara optimal,” jelasnya.

Padahal, lanjut Said, Indonesia memiliki kekayaan hayati maritim yang melimpah dan berpotensi menjadi keunggulan ekonomi negara pada masa depan.

Namun, alih-alih mengembangkan sektor maritim secara berkelanjutan, Indonesia menghadapi berbagai tantangan.

Tantangan yang dimaksud, seperti perubahan iklim yang merusak ekosistem laut, pembangunan yang tidak memperhatikan pelestarian ekosistem laut, serta kurangnya perhatian terhadap nelayan tradisional dalam pengembangan sektor maritim, terutama dalam hal pendidikan dan pengembangan alat produksi.

Baca juga: Eropa Naikkan Tarif Impor Tesla Produksi China, Pemerintah China Ngamuk

Selain sektor maritim, kesehatan dan angka harapan hidup juga menjadi tantangan menuju Indonesia Emas 2045.

Menurut Said, capaian angka harapan hidup penduduk saat ini menjadi modal penting menuju visi Indonesia Emas 2045.

“Namun, kita menghadapi tantangan serius yang dapat mengancam penurunan angka harapan hidup. Peningkatan kasus penyakit degeneratif, seperti Parkinson, Alzheimer, kanker, diabetes, hipertensi, osteoartritis, dan multiple sclerosis menjadi perhatian utama.

Said mengungkapkan bahwa Indonesia kini termasuk dalam sepuluh besar negara dengan tingkat penyakit degeneratif tertinggi.

Baca juga: Dosen UMM Ungkap Pola Hidup Sehat Bisa Cegah Penyakit Degeneratif

Penyebab utama masalah tersebut adalah pola konsumsi yang semakin tidak sehat. Industri pengolahan makanan yang tidak terkontrol dengan baik dalam menjaga kualitas gizi dan perilaku konsumsi masyarakat yang cenderung memilih makanan instan berkontribusi terhadap meningkatnya penyakit degeneratif.

“Di sisi lain, di lapisan bawah masyarakat masih menghadapi masalah stunting akibat kekurangan gizi, dengan kesadaran budaya yang menyebabkan penurunan prevalensi stunting berlangsung lambat,” jelas Said.

Meskipun stunting tidak langsung mengancam kematian, lanjut dia, kondisi ini dapat menghambat pengembangan generasi masa depan menjadi lebih sehat dan produktif.

Tak hanya kesehatan, bonus demografi dan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu tantangan dalam menuju Indonesia Emas 2045.

Baca juga: Pertanian Organik Jadi Kunci Ketahanan Pangan, tapi Hadapi Banyak Tantangan

"Saat ini, kita tengah menikmati periode bonus demografi dari 2012 hingga 2036, yang memberikan kita SDM di usia produktif yang melimpah,” imbuh Said.

Namun, lanjut dia, tantangan utama adalah rendahnya tingkat pendidikan di kalangan angkatan kerja. Dari total 149,3 juta angkatan kerja, sekitar 54,6 persen hanya memiliki pendidikan hingga sekolah menengah pertama (SMP) atau di bawahnya.

Meskipun memiliki keuntungan dari bonus demografi, kata Said, manfaat maksimal tidak dapat tercapai karena kualitas SDM yang masih rendah.

“Untuk mengoptimalkan periode bonus demografi ini, kita harus memprioritaskan peningkatan kualitas angkatan kerja dan memastikan bahwa mereka siap menghadapi tantangan pada masa depan,” ucapnya.

Baca juga: PTPP Jadi Penyedia Jasa Konstruksi Terbaik di IKN, Dirut Novel Arsyad: Berkat Kerja Sama Solid Tim

Sementara tantangan terakhir yang harus dihadapi adalah kemiskinan dan sektor pertanian.

Setelah pandemi Covid-19, Said mengatakan bahwa tingkat kemiskinan mengalami penurunan, tetapi penurunan ini sangat lambat.

Menurutnya, hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan perekonomian yang diterapkan belum efektif dalam mempercepat pengurangan kemiskinan.

“Khususnya, kemiskinan di sektor pertanian masih menjadi masalah yang signifikan, seperti yang tercermin dalam data yang tersedia,” kata Said.

Baca juga: Data E-KTP Ganda, Apa yang Harus Dilakukan?

Strategi untuk capai Visi Indonesia Emas 2045

Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, Said mengusulkan beberapa strategi kunci.

Pertama, pengendalian inflasi dan transformasi ekspor. Menurutnya, pengendalian inflasi, khususnya inflasi pangan dan energi sangat penting untuk menjaga kestabilan konsumsi rumah tangga.

Dengan inflasi yang stabil, sebut Said, konsumsi domestik akan tetap terjaga, yang pada gilirannya mendukung pertumbuhan ekonomi.

Kedua, kita perlu melakukan transformasi pada kebijakan ekspor. Saat ini, ekspor utama kita masih didominasi oleh komoditas seperti batubara dan kelapa sawit,” imbuhnya.

Baca juga: Kemenperin Kenalkan Produk dan Komoditas Lokal lewat Gelaran Inovasi dan Kompetisi Barista

“Ke depan, kita harus beralih ke ekspor barang dan jasa bernilai tinggi serta berusaha untuk masuk dalam rantai pasok global. Transformasi ini akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara signifikan,” sambung Said.

Ia mengungkapkan bahwa saat ini, kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 0,25 persen dari total pertumbuhan ekonomi 5,05 persen pada kuartal II-2024.

Untuk lima tahun ke depan, kata Said, Indonesia memerlukan kontribusi ekspor terhadap PDB rata-rata sebesar 0,5 hingga 1 persen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Said mengungkapkan bahwa strategi kedua adalah investasi yang inklusif dan berorientasi maritim.

Baca juga: Tren Penurunan DPK Perbankan, CIMB Niaga: Nasabah Punya Banyak Pilihan Investasi

Ia menekankan pentingnya kebijakan investasi yang inklusif untuk meningkatkan serapan tenaga kerja di Indonesia.

"Untuk mengatasi masalah pengangguran dan meningkatkan kualitas tenaga kerja, kita perlu menerapkan kebijakan investasi yang lebih inklusif dan memperhatikan kompatibilitas antara tenaga kerja dan sektor-sektor yang memiliki keunggulan komparatif kita,” jelas Said.

Ia mengungkapkan bahwa salah satu keunggulan tersebut adalah sektor maritim, termasuk perikanan, pariwisata bahari, kuliner, energi, dan industri bahari.

Said menilai, investasi yang menyeluruh dalam sektor maritim akan membuka banyak lapangan kerja bagi masyarakat pesisir, yang mencakup sekitar 161 juta orang atau 60 persen dari total penduduk Indonesia.

Baca juga: Jumlah Peserta JKN Capai 98 Persen Penduduk Indonesia

Selain itu, sebut dia, peningkatan investasi ini juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

“Saat ini, kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi berada di angka 1,32 persen dari total pertumbuhan ekonomi 5,05 persen pada kuartal II-2024,” tutur Said.

Untuk lima tahun ke depan, lanjut dia, diperlukan kontribusi investasi terhadap PDB yang rata-rata berkisar antara 1,5 hingga 2 persen untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Strategi selanjutnya yang harus dilakukan adalah reformasi sektor pertanian dan kemiskinan.

Baca juga: Aksi Kamisan Ke-828, Sumarsih Minta Aktivis 98 di DPR Pertahankan Reformasi

Said mengungkapkan bahwa pusat kemiskinan di Indonesia masih terkonsentrasi di daerah pedesaan, yang bergantung pada sektor pertanian, perhutanan, dan perkebunan rakyat.

"Untuk mengatasi kemiskinan di pedesaan, kita perlu memperbaiki ketiga sektor ini dari hulu hingga hilir,” ucapnya.

Langkah penanganan tersebut termasuk penerapan teknologi terapan untuk meningkatkan kapasitas produksi petani tradisional, diversifikasi produk pangan agar tidak hanya bergantung pada beras, serta pembenahan tata kelola seperti irigasi, suplai pupuk, distribusi lahan, dan benih.

Di sektor hilir, kata Said, pemerintah harus memperbaiki tata niaga hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan rakyat, termasuk meningkatkan kapasitas Bulog untuk menyerap produksi mereka.

Baca juga: Banyak Proyek Migas Produksi Mulai 2027, SKK Migas Tekankan Pentingnya Penguatan Rantai Suplai

“Dengan meningkatnya kapasitas produksi dan meluasnya rantai ekonomi di sektor-sektor ini, kita dapat mendorong kesejahteraan di kawasan pedesaan,” jelasnya.

Saat ini, lanjut Said, tingkat kemiskinan di perdesaan berada di angka 11,79 persen pada kuartal II-2024.

Melalui konvergensi kebijakan yang tepat, ia yakin, Indonesia dapat mengurangi angka kemiskinan ini rata-rata 1 hingga 1,5 persen per tahun, atau sekitar 500 hingga 750.000 orang per tahun. 

Untuk strategi keempat dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045 adalah pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).

Baca juga: Studi Banding ke Amerika, Teten Pelajari Teknologi EBT untuk UMKM

Said menyatakan bahwa Indonesia memiliki kekayaan EBT yang sangat melimpah, tetapi saat ini pemanfaatannya masih jauh dari optimal.

“Saat ini, kontribusi EBT terhadap total energi nasional baru mencapai 12 persen. Badan Energi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah membantu merancang peta jalan untuk pengembangan EBT di Indonesia, yang menargetkan porsi penggunaan EBT nasional mencapai 53 persen pada 2030,” jelasnya.

Said menjelaskan, strategi kebijakan yang harus diterapkan mencakup moratorium bertahap pada pembangkitan listrik berbasis batubara, serta investasi dan insentif untuk energi bersih.

Selain itu, kata dia, pengembangan teknologi baru yang dapat meningkatkan produksi EBT juga perlu diperhatikan agar kita dapat memanfaatkan potensi energi terbarukan secara maksimal.

Baca juga: Peringatan Pakar Politik jika Revisi UU Pilkada Jadi Manuver Putusan MK, Potensi Demo Besar-besaran

Strategi kelima yang tidak kalah penting adalah meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan vokasi.

Said menekankan pentingnya peningkatan kualitas SDM untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja dan menciptakan peluang kerja baru.

"Untuk memastikan SDM kita mampu bersaing dan beradaptasi dengan kebutuhan industri, terutama di era teknologi tinggi, kita perlu memperkuat sektor pendidikan, terutama di kalangan rumah tangga miskin,” imbuhnya.

“Fokus harus diberikan pada pengembangan pendidikan vokasi dengan penekanan pada bidang sains, teknologi, ekonomi, dan matematika (STEM),” sambung Said.

Baca juga: Kisah Aryaputra, Siswa SD yang Raih Emas Olimpiade Sains Nasional 2024

Melalui pengembangan STEM, lanjut dia, Indonesia dapat mendorong inovasi teknologi dan rekayasa industri yang akan menjadi tulang punggung ekonomi masa depan.

Strategi tersebut diharapkan tidak hanya meningkatkan keterampilan tenaga kerja, tetapi juga menyiapkan mereka untuk memenuhi tuntutan industri yang semakin kompleks dan berteknologi tinggi.

Adapun strategi terakhir untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045 adalah pembangunan infrastruktur.

Said mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur dasar harus difokuskan pada kebutuhan pengembangan SDM, kemandirian pangan dan energi, serta peningkatan konektivitas antarwilayah di Indonesia.

Baca juga: TNI Bangun Infrastruktur dan Fasum Selama TMMD, Pj Gubernur Riau Ucapkan Terima Kasih

“Dengan dukungan infrastruktur yang terkoordinasi untuk berbagai prioritas kebijakan, percepatan pencapaian agenda-agenda tersebut akan lebih efektif dan terjamin,” imbuhnya.

Sasaran dan indikator Visi Indonesia 2045

Sebelumnya, Said mengungkapkan bahwa visi Indonesia Emas 2045 menetapkan beberapa indikator kunci sebagai ukuran keberhasilan.

Pertama, pertumbuhan ekonomi rata-rata tahunan sebesar 5,7 persen. Kedua, pendapatan per kapita mencapai 23.199 dollar AS,” jelasnya.

Ketiga, peringkat PDB dunia di posisi kelima. Keempat, kontribusi investasi terhadap PDB sebesar 38,1 persen.

Baca juga: Defisit APBN 2025 Ditargetkan 2,53 Persen terhadap PDB

Kelima, kontribusi industri terhadap PDB mencapai 26 persen. Keenam, sumbangan ekonomi maritim terhadap PDB minimal 12 persen.

Ketujuh, rata-rata angka harapan hidup penduduk mencapai 75,5 tahun. Kedelapan, angka partisipasi kuliah mencapai 60 persen,” imbuh Said.

Kesembilan, lanjut dia, jumlah angkatan kerja lulusan SMA dan perguruan tinggi mencapai 90 persen. Terakhir, tingkat kemiskinan mencapai 0 persen.

Untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, kata Said, dibutuhkan komitmen politik yang kuat guna memastikan pembangunan berkelanjutan berjalan sesuai rencana, terutama dalam konteks pergantian pemerintahan setiap lima tahun.

Baca juga: Penyebab Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru dan Lengsernya Soeharto

“Dalam jangka menengah, khususnya dari 2025 hingga 2029, penting untuk mengevaluasi capaian saat ini berdasarkan berbagai indikator dan mengidentifikasi tantangan ekonomi yang mungkin dihadapi dalam lima tahun mendatang,” jelasnya.

Saat ini, sebut Said, Indonesia memulai perjalanan menuju visi Indonesia Emas 2045 dengan capaian pertumbuhan ekonomi sebesar 5,05 persen, pendapatan per kapita pada 2024 sebesar 5.300 dollar AS.

Kemudian, peringkat PDB Indonesia berada di posisi 15 dunia, kontribusi investasi terhadap PDB tahun 2023 mencapai 29,3 persen, dan kontribusi industri terhadap PDB sebesar 16,3 persen.

“Sumbangan ekonomi maritim, khususnya perikanan, terhadap PDB adalah 2,81 persen. Angka harapan hidup penduduk mencapai 73,9 tahun,” imbuh Said.

Baca juga: Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Selain itu, lanjut dia, angka partisipasi kuliah sebesar 29,7 persen dan angkatan kerja didominasi oleh lulusan SMP ke bawah (54,6 persen).

Sementara itu, lulusan perguruan tinggi mencapai 12,7 persen, serta tingkat kemiskinan sebesar 9,03 persen atau sekitar 25,22 juta orang.

Said mengungkapkan bahwa setiap negara menetapkan visi pembangunan jangka panjangnya untuk mengarahkan arah dan tujuan pembangunan.

Indonesia telah menetapkan visi pembangunan nasionalnya melalui visi Indonesia Emas 2045, yang mengusung prinsip berdaulat, adil, dan makmur.

Baca juga: Terisak, Megawati: Indonesia Segede Gini Kenapa Enggak Bisa Adil dan Makmur Ya...

Visi tersebut bertujuan untuk mengarahkan kebijakan politik dan pembangunan nasional menuju status negara berpendapatan tinggi (high income country), dengan fokus pada pengembangan SDM yang unggul, pembangunan yang berkelanjutan dan merata di seluruh wilayah, serta penguatan ketahanan nasional. 

Terkini Lainnya
Pemerintah Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen pada 2025, Ini Kata Said Abdullah
Pemerintah Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen pada 2025, Ini Kata Said Abdullah
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Said Abdullah Paparkan Tantangan dan Strategi Menuju Visi Indonesia Emas 2045
Said Abdullah Paparkan Tantangan dan Strategi Menuju Visi Indonesia Emas 2045
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Jokowi Copot Yasonna Laoly dan Arifin Tasrif, Said Abdullah Ungkap 3 Sikap PDI-P
Jokowi Copot Yasonna Laoly dan Arifin Tasrif, Said Abdullah Ungkap 3 Sikap PDI-P
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Said Paparkan 4 Prioritas Kebijakan Fiskal 2025, Mulai dari Kemandirian Pangan hingga Pengembangan SDM
Said Paparkan 4 Prioritas Kebijakan Fiskal 2025, Mulai dari Kemandirian Pangan hingga Pengembangan SDM
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Akui Usulkan Revisi UU MD3, Ini Penjelasan Said Abdullah
Akui Usulkan Revisi UU MD3, Ini Penjelasan Said Abdullah
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Elektabilitas Ahok Masih Tinggi di Jakarta, Said Abdullah: Warga Jakarta Rindu Tipe Pemimpin Tegas
Elektabilitas Ahok Masih Tinggi di Jakarta, Said Abdullah: Warga Jakarta Rindu Tipe Pemimpin Tegas
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Said Abdullah: Semoga Satgas Pemberantasan Judi Online Bekerja Nyata, Bukan Sekadar Gimmick
Said Abdullah: Semoga Satgas Pemberantasan Judi Online Bekerja Nyata, Bukan Sekadar Gimmick
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Said Abdullah Uraikan Tantangan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia pada Semester I-2024
Said Abdullah Uraikan Tantangan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia pada Semester I-2024
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Said Abdullah: Banggar DPR RI Berikan Ruang Lebar bagi Pemerintahan Baru 
Said Abdullah: Banggar DPR RI Berikan Ruang Lebar bagi Pemerintahan Baru 
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Soal Amandemen UUD 1945, Said Abdullah: Kuatkan Kewenangan MPR hingga Sistem Pemilu
Soal Amandemen UUD 1945, Said Abdullah: Kuatkan Kewenangan MPR hingga Sistem Pemilu
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Said Abdullah: RAPBN 2025 Cukup Baik untuk Respons Tantangan Ekonomi
Said Abdullah: RAPBN 2025 Cukup Baik untuk Respons Tantangan Ekonomi
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Targetkan Menang Bersama, PDI-P dan PAN Sepakati 6 Calon Petahana untuk Maju Pilkada Jatim 2024
Targetkan Menang Bersama, PDI-P dan PAN Sepakati 6 Calon Petahana untuk Maju Pilkada Jatim 2024
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Beri Catatan untuk APBN 2025, Said Abdullah Ingin Masalah Hilirisasi dan Kemandirian Pangan Jadi Fokus Utama
Beri Catatan untuk APBN 2025, Said Abdullah Ingin Masalah Hilirisasi dan Kemandirian Pangan Jadi Fokus Utama
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Soal RAPBN 2025, Said Abdullah Soroti Masalah Kemiskinan, Stunting, hingga Pendidikan
Soal RAPBN 2025, Said Abdullah Soroti Masalah Kemiskinan, Stunting, hingga Pendidikan
PDIPerjuangan Untuk Indonesia Raya
Bagikan artikel ini melalui
Oke