KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 adalah salah satu hari terpenting bagi setiap warga negara dan kelompok kelompok masyarakat, termasuk umat Islam.
“Mengapa kita harus mendefinisikan kelompok umat Islam? Karena secara historis dan secara faktual, kelompok yang bernama umat Islam ini telah menjadi salah satu faktor terpenting dalam kita berbangsa dan bernegara,” ujarnya melansir partaigelora.id.
Fahri mendorong pendefinisian tersebut untuk mengakhiri adanya dikotomi yang tidak rasional antara umat dan bangsa serta juga antara agama dan negara.
“Saya merasa semua dikotomi yang dibuat selama ini berlaku secara tidak fair kepada umat Islam. Karena akhirnya, seolah-olah bangsa dan umat ini harus dibenturkan dan berhadap-hadapan, padahal tidak harus, dan memang tidak bisa begitu,” katanya.
Terkait masalah itu, Fahri mencontohkan cerita calon presiden (capres) nomor urut 02, Prabowo Subianto dengan salah satu partai yang menyebut dirinya "Partai Islam".
Baca juga: Singgung Intervensi Kampus Selama Rezim Jokowi, Fahri Hamzah: Guru Besar Diam Saja
Pada pertemuan itu, Prabowo menanyakan terkait kelanjutan kerja sama politik yang selama ini dibangun agar dapat diteruskan dalam Pilpres 2024.
“Tiba-tiba Pak Prabowo mendapatkan penjelasan dari pimpinan tertinggi tersebut bahwa Partai Islam itu kini ikut 'pilihan umat',” ujarnya.
Fahri mengatakan, Prabowo terdiam mendengar penjelasan itu karena tidak mengerti.
“Saat bertemu kami ( Partai Gelora), Pak Prabowo menceritakan peristiwa itu dan bertanya kepada kami, 'apakah saya ini bukan umat?'" ungkapnya.
Fahri mengaku terharu dan menahan getir bahwa ada kelompok yang bisa memperlakukan Prabowo dengan cara diskriminatif atau seolah-olah Prabowo bukan merupakan bagian, bahkan terlepas, dari umat Islam.
Dalam pertemuan itu, Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta menjelaskan kepada Prabowo bahwa pada dasarnya istilah umat, bangsa, dan rakyat memiliki makna yang sama atau tidak ada dikotomi, apalagi diskriminasi.
Fahri menjelaskan, secara etimologi, kata umat, bangsa, dan rakyat itu berasal dari asal kata dan pengertian yang sama, terutama dalam bahasa Arab.
“Karena itulah pada dasarnya kita tidak mendikotomikan kata-kata itu untuk tujuan melakukan diskriminasi karena pada dasarnya, maknanya adalah sama,” ujarnya.
Fahri mengaku pernah mengkritik penggunaan terminologi agama di ruang publik dengan maksud membuat diskriminasi antar umat beragama.
Sebab, konstitusi dan undang-undang (UU) mengatur bahwa tidak ada lagi diskriminasi dalam bentuk apa pun.
Di sisi lain, penggunaan terminologi agama memiliki makna yang berimplikasi pada hukum-hukum agama dan berlaku secara privat bagi penganutnya.
Baca juga: Ajak Masyarakat Antar Neno Warisman ke Senayan, Fahri Hamzah: Tidak Mudah Miliki Seniman Idealis
“Itulah masalah politik Islam dari waktu ke waktu. Gara-gara sikap yang diskriminatif seperti itulah yang menyebabkan umat Islam gampang dipojokkan untuk menjadi warga negara kelas dua,” ujarnya.
Fahri mengatakan, pada dasarnya, kelompok tersebut seperti “membuka pintu” bagi adanya diskriminasi terhadap diri mereka sendiri, lalu dimanfaatkan orang lain dengan maksud lain.
Dia menegaskan, hal tersebut harus dihentikan dan umat Islam harus peka bahwa kebangsaan adalah identitas di ruang publik yang berlaku bagi siapa saja, apa pun agama, ras, suku, dan golongannya.
“Mentalitas seperti inilah yang umat Islam harus diambil dengan penuh kepercayaan diri bahwa para pemimpin yang akan kita pilih di ruang publik adalah pemimpin-pemimpin umat dan bangsa sekaligus,” katanya.
Mantan Wakil Ketua DPR RI itu mengatakan, pada dasarnya kepemimpinan mereka akan berada di ruang publik dan bukan di ruang privat.
Baca juga: Ramai Guru Besar Suarakan Keresahan, Fahri Hamzah: Kampus Telat Ambil Sikap
“Karena itulah, tidak ada alasan untuk tidak melihat Pak Prabowo dari kenyataan bahwa dia adalah pemimpin umat dan pemimpin bangsa sekaligus,” sebutnya.
Fahri menyebutkan, cara seperti membuat umat Islam berada dalam arus utama perubahan politik dan ekonomi dalam negara.
Jika tidak demikian, umat Islam mudah dipojokkan atau memojokkan diri di sudut-sudut sejarah yang sepi, bahkan lari dari tanggung jawab di ruang publik.
Sebagian dari mereka yang paling ekstrem ada yang berpikir lebih jauh lagi pergi meninggalkan realitas.
“Sebagian lainnya digarap untuk menjadi ultra-radikal dan dituduh sebagai teroris serta dipakai intelijen negara asing yang ingin merusak keamanan negara-bangsa yang sudah didirikan para pendiri bangsa kita, termasuk para ulama,” jelasnya.
Lebih lanjut, Fahri mengatakan, masa pemilihan 14 Februari 2024 nanti harus ada mobilisasi kesadaran umat Islam.
Dalam hal ini, kata dia, tidak boleh lagi umat yang dimanfaatkan kelompok yang mengeksploitasi identitas Islam untuk mendukung satu kelompok yang akan kalah. Sebab, pada dasarnya mustahil mentalitas diskriminatif seperti itu bisa menang.
Menurutnya, umat islam harus memasuki fase kesadaran baru bahwa masyarakat akan memilih pemimpin umat dan bangsa sekaligus dan sejarah telah mempersiapkan pasangan Prabowo-Gibran untuk menjawab tantangan zaman ke depan.
“Di sisi lain, kita tahu bahwa Pak Prabowo punya masalah dengan kelompok-kelompok yang pro dengan gagasan kaum globalis,” ujarnya.
Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Program Makan Gratis Prabowo-Gibran Jadi Solusi Strategis Atasi Penyebab Stunting
Fahri mengatakan, Prabowo adalah seorang mantan perwira tinggi militer yang nasionalismenya tidak bisa diragukan lagi.
Latar belakang tersebut menyebabkan Prabowo menjadi sulit diterima sebagian kekuatan asing yang menganggap kepentingan mereka akan sangat terganggu apabila Prabowo menjadi presiden.
Padahal, mereka mengetahui bahwa Prabowo adalah seseorang yang memiliki latar pergaulan global yang juga luas.
Seperti diketahui, Prabowo bersekolah di luar negeri sampai pendidikan militer di Amerika Serikat (AS) dan bersahabat dengan banyak orang di luar negeri dari dulu sampai sekarang.
“Kita mengajak agar pembelahan di kalangan umat Islam tentang siapa yang akan menjadi pemimpin dengan cara mengurangi, bahkan menghilangkan, penggunaan identitas yang sangat primordial dalam pemilu yang memilih pemimpin di ruang publik ini,” katanya.
Pada saat yang sama, dia mengajak masyarakat meyakinkan saudara-saudara yang bekerja untuk kepentingan asing bahwa pada dasarnya Prabowo bukan sedang ingin mencari musuh dan ingin menghentikan perdagangan dengan luar negeri.
“Pak Prabowo ingin agar dalam perdagangan itu berlaku asas keadilan bagi umat, bangsa, dan rakyat Indonesia,” tegasnya.
Fahri mempertanyakan, jika masyarakat bebas menjual produk-produk di dalam negeri dengan harga yang sangat adil, mengapa produk-produk Indonesia yang teknologinya masih rendah tidak bisa dijual dengan harga yang juga adil?
“Kita putuskan bahwa produk kita yang umumnya berbahan mentah dikelola dulu di dalam negeri. Kita memerlukannya sebagai fondasi bagi industri kita di dalam negeri pada masa-masa selanjutnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Fahri berharap, kali ini umat Islam dan bangsa Indonesia lebih jernih memandang kepentingan nasional umat dan bangsa harus sama-sama menjadi pemenang.
Baca juga: Fahri Hamzah: Prabowo Sosok Paling Konkret Membela Palestina
“Kemenangan kita adalah apabila kita bisa meletakkan fondasi kepemimpinan yang kuat untuk menghadapi kecenderungan dunia multipolar yang bisa saja akan sangat mengganggu tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan bangsa kita ke depan,” katanya.
Dia menyebutkan, semua pihak harus menyadari bahwa dalam pertarungan global, tidak semua kepentingan bangsa lain dan kepentingan bangsa sendiri sama.
Terkadang, kepentingan bangsa lain harus dikorbankan. Meski kita tidak mau mengorbankan negara lain, negara tidak boleh dilarang untuk membela diri.
“Indonesia ini adalah aset umat Islam yang terbaik, bahkan untuk seluruh dunia. Maka menjaganya agar tumbuh menjadi kekuatan besar di dunia yang mempunyai implikasi meningkatnya posisi tawar umat Islam secara utuh dalam isu-isu global adalah sebuah tindakan yang sangat strategis,” ujarnya.
Dia menambahkan, posisi umat Islam dalam konflik di Palestina selama ini lemah. Hal yang sama terjadi dengan posisi umat Islam pada isu Uyghur dan Rohingya.
Baca juga: Cerita Fahri Hamzah, Detik-Detik Jokowi dan Prabowo Bersatu
Fahri menegaskan, semua itu memerlukan sebuah negara yang kuat dan karena itulah Indonesia adalah salah satu harapan bagi umat Islam di seluruh dunia untuk meningkatkan posisi tawar mereka.
“Pak Prabowo yang akan dibantu Mas Gibran adalah pilihan yang tidak banyak. Di tangan mereka, transformasi besar bangsa Indonesia akan terjadi dan menjadikan Indonesia sebagai superpower baru seperti mimpi dan cita-cita Partai Gelora Indonesia,” ujarnya.