KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, umat Islam memerlukan peta jalan, bukan provokasi. Peta jalan tersebut akan menuntun umat Islam menuju kebangkitan.
“Dari lima kali Dialog Keumatan, roadshow kita di Jawa Barat (Jabar), mulai dari Bogor, Bekasi, Bandung, Sukabumi, dan Tasikmalaya, pertanyaan-pertanyaan yang kita dengar justru lebih banyak provokasinya,” katanya melalui keterangan pers, Jumat (9/2/2024).
Dia mengatakan itu dalam program Anis Matta Menjawab Episode 28 dengan tema “Umat Perlu Peta Jalan, Bukan Provokasi” yang tayang di kanal YouTube Gelora TV, Senin (15/1/2024).
Pada kesempatan itu, Anis mengatakan, peta jalan itu dirumuskan dan dimulai dari kesadaran geopolitik. Sebab, hidup masyarakat sekarang dunia sekarang sangat terintegrasi.
Hal tersebut dapat dilihat ketika satu krisis yang terjadi di belahan dunia lain akan dirasakan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Baca juga: Anis Matta: Umat Islam Hendaknya Dukung Prabowo-Gibran
Sebagai contoh, penyebaran kasus Covid-19, dampak perang Rusia-Ukraina, dan perang antara Hamas-Israel.
“Virus Covid-19 misalnya, kita secara otomatis merasakan, sementara dari perang Rusia-Ukraina, perang Hamas-Israel kita juga merasakan dampaknya sekarang,” katanya dalam siaran pers.
Anis menegaskan, masyarakat tidak mungkin bisa memisahkan diri situasi geopolitik global sekarang.
Oleh karena itu, perumusan satu peta jalan kebangkitan umat Islam harus dimulai dari bacaan yang komprehensif terhadap realitas geopolitik global.
Menurutnya, realitas geopolitik global memiliki dua relevansi. Pertama, meningkatkan pengetahuan dari tokoh-tokoh mengenai kesadaran geopolitik yang masih rendah.
Baca juga: Anis Matta Minta Pendukung Prabowo-Gibran Tak Alergi dengan Kalimat “Aamiin Ya Rabbal Alamin”
Sebab, kesadaran geopolitik akan menentukan umat Islam menjadi pelaku atau korban.
“Kalau sekarang perang antara Hamas-Israel ini berkembang menjadi perang kawasan, harga minyak dunia akan naik,” ungkapnya.
Dia juga menyebutkan, ibu rumah tangga pasti akan membayar mahal untuk memenuhi kebutuhan pokok.
“Itu sebabnya, kita perlu selalu memulai dari kesadaran geopolitik itu untuk merumuskan peta jalan,” jelasnya.
Kedua, mengubah kerumunan umat menjadi kekuatan politik yang real sehingga semangat yang luar biasa di tengah umat sekarang ini menjadi energi.
Kekuatan itu akan bekerja secara sistematis supaya umat Islam tidak hanya menjadi kerumunan, tetapi juga menjadi kekuatan politik.
Baca juga: Anis Matta Klaim Media Asing Mulai Beritakan Prabowo Menangi Pilpres 2024
“Kita harus menjadi pelaku utama politik, pelaku ekonomi yang utama dan jadi kekuatan utama lainnya,” katanya.
Anis mengatakan, Indonesia seharusnya tidak terus menerus bicara ketimpangan antara pribumi dan nonpribumi karena ada langkah-langkah konkret untuk menghilangkan gap tersebut.
Hal tersebut yang mendasari Partai Gelora ingin ada penerjemahan politik dalam membaca peningkatan semangat kesadaran keagamaan masyarakat dan keterlibatan aktif dalam aktivitas politik agar kerumunan dapat berubah menjadi kekuatan politik yang nyata.
“Betapa hebatnya kalau nanti anak-anak santri yang berakhlak beradab dan berilmu menjadi tentara, polisi, dan menguasai pasar-pasar ekonomi,” ujarnya.
Dia menyebutkan, hal itu salah cara memutus mata rantai kemiskinan Indonesia yang angkanya sekitar 10 persen atau hampir 30 juta. Dalam hal ini, kemiskinan itu didominasi umat Islam.
Baca juga: Anis Matta: Pilpres 2024 Lebih Kondusif, walau Tetap Ada Bibit Ketegangan
Anis mengungkapkan, pihaknya telah mengumpulkan ribuan orang dari lima kali roadshow di Jabar untuk memberikan pencerahan.
Mereka yang dikumpulkan adalah para tokoh, kiai, ulama, dan ajengan yang memiliki massa di akar rumput tersebut.
“Mereka yang nanti pada akhirnya yang menjawab pertanyaan-pertanyaan masyarakat karena mereka setiap hari bersentuhan dengan massa di akar rumput. Tugas kita adalah memberikan peta jalan sekarang,” ujarnya.
Dalam rangka memutus mata rantai kemiskinan, Partai Gelora dan pasangan nomor dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran), memperjuangkan agenda bantuan gizi ibu hamil, wajib belajar 16 tahun ditambah makan siang gratis di sekolah dan pesantren, serta kuliah gratis.
Baca juga: Anis Matta: Kalau Mau Kuliah Gratis, Pilih Partai Gelora dan Menangkan Prabowo-Gibran Satu Putaran
“Dengan agenda tersebut, negara akan mengubah masyarakat kita menjadi masyarakat yang berpengetahuan,” katanya.
Anis mengatakan, agenda ini akan mendapatkan tantangan kelompok liberal. Mereka menolak negara campur tangan, tetapi negara harus memberikan fasilitas, termasuk kuliah gratis sehingga semua orang bisa menuntut ilmu.
Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga berpandangan, anggaran yang diperlukan untuk memfasilitasi agenda tersebut sangat besar.
Namun, jika ada kebijakan keberpihakan dari pemerintah (political will), hal itu bisa dialokasikan.
“Jadi begini cara kita menerjemahkan ajaran-ajaran agama ini dalam kebijakan politik. Kita memang perlu kesabaran waktu berhadapan dengan umat untuk terus-menerus mengulangi penjelasan soal ini,” katanya.
Baca juga: Punya Narasi Kuat, Partai Gelora Yakin Lolos ke Senayan
Anis mengaku tidak bosan menjelaskan hal itu secara terus menerus ke masyarakat agar umat memiliki pengetahuan kesadaran keagamaan dan politik.
Partai politik, menurutnya, harus memimpin gerakan pencerahan pemikiran di tengah masyarakat.
“Partai politik harus menjadi public educator yang melakukan pembaharuan pemikiran,” ungkapnya.
Dia mengatakan, semua pihak harus menjalankan langkah-langkah itu karena umat perlu peta jalan kebangkitan, bukan provokasi.
Lebih lanjut, Anis mengatakan, saat ini di masyarakat tumbuh kesadaran keagamaan yang kuat.
Baca juga: Gelora Talks: Narasi Pemakzulan Jokowi adalah Upaya Tahan Elektabilitas Prabowo-Gibran
Pada saat yang sama, ada juga semangat dan keinginan keterlibatan dalam aktivitas politik yang luar biasa sehingga umat Islam Indonesia mudah untuk dimobilisasi.
“Sekarang kita tidak bisa lagi memisahkan lagi antara agama dan negara, antara Islam dan politik. Artinya, soal sekularisasi di Indonesia ini sudah selesai,” katanya.
Masyarakat dalam memandang politisi sekarang, kata Anis, harus religius karena umat ingin agar agenda mereka diperjuangkan.
Dengan demikian, tuntutan menyatukan agama dan negara itu menjadi satu hal yang tidak bisa dipisah-pisah lagi.
Menurutnya, tingkat kesadaran dan kemajuan kognitif di tengah masyarakat Islam sekarang luar biasa.
Baca juga: Partai Gelora Gelar Dialog Keumatan, Paparkan Program dan Agenda Keumatan Prabowo-Gibran
“Sayangnya, tingkat pengetahuan keislaman masyarakat kita masih rendah, terutama di kalangan masyarakat bawah,” katanya.
Akibatnya, terjadi kesenjangan antara pengetahuan agama dan tuntutan keterlibatan dalam politik, hal Ini yang menyebabkan, masyarakat gampang diprovokasi.
Dengan adanya provokasi, keterlibatan umat Islam dalam politik terlihat hanya sekadar emosional, seperti dalam mendukung dan menolak calon presiden (capres) tertentu dalam setiap pemilihan presiden (pilpres).
“Umat jadinya gampang kena provokasi dan gampang dibuat bertengkar dengan sesama," ujarnya.
Anis menilai, meski Pemilu 2024 ini lebih bagus dan polarisasi sangat rendah karena ada tiga calon, sifat emosionalnya masih ada.
Dia berharap, para pemimpin umat dan pemimpin politik dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat yang dinilai masih belum memiliki pemahaman agama yang cukup baik.
“Jadi semangat kesadaran beragama yang tinggi dan untuk terlibat juga yang tinggi secara politik perlu diberikan peta jalan kebangkitan kepada umat agar umat tidak gampang diprovokasi lagi,” katanya.
Adapun Diskusi Keumatan tersebut dipandu Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Komunikasi Organisasi DPN Partai Gelora Dedy Miing Gumelar yang juga calon legislatif (caleg) DPR RI daerah pemilihan (dapil) Jabar VI Bekasi dan Depok.